| 0 komentar ]

Berislamlah seperti Ronaldinho
Bersepakbola

Ronaldindo hanyalah pemain bola. Tetapi ia menerapkan akhlak yang Islam ajarkan. Ia tahu bagaimana melakukan penyerangan dan bertahan. Ia mengatur strategi karena sedang dalam pertandingan. Kompetisi yang ditentukan waktunya, harinya, tanggalnya, nama kompetisinya, siapa saja lawannya, dan ia mematuhi aturannya, termasuk menerima hukuman jika melanggar, karena ia menghormati wasit.

Kemenangan Ronaldinho dipuji. Kekalahannya pun dinanti. Karena kemenangan dan kekalahan bukanlah tujuan tetapi bagian dari pelaksanaan "waaminus solihat." Ronaldinho "berislam" secara kaffah dan menerapkan "wal ashr. Innal insaana lafi khusrin, illa alladina aamanu waamilus solihati watawa shaubil haqqi watawa saubis sobri." .

Agama ini disebut Al Islam, bukan bernama agama al ashr, as sobru, agama al iman, al ihsan, al jihad, al perang, al serang, apalagi al bunuh, al hina, al leceh, atau al bum. Ia datang dan kita semua senang. Jahiliyah ditinggalkan bukan dinisbikan karena mereka dimuliakan, diselamatkan, didamaikan. -Islam telah menyempurnakan akhlak.

Keselamatan artinya ada situasi yang negatif lalu Islam datang da ia menjadi positif. Ada yang buruk lalu ia menjadi baik. Ada yang hina lalu menjadi mulia. Ada yang (maaf) bodoh lalu menjadi pintar. Ada yang amoral menjadi beradab. Bukan sebaliknya, ada yang positif lalu Islam datang dan menjadi negatif. Ada yang baik lalu ia menjadi buruk. Ada yang hidup lalu ia menjadi mati. Ada yang bernyawa lalu ia menjadi kejang dan sakaratul maut.

Begitulah Ronaldinho menerapkan "islam." Ia akan datang dan tak sembarangan menendang. Ia hanya melawan jika ada pertandingan, ada kompetisi. Dia tahu, mana kawan dan mana lawan, tapi ia tak menganggap semua orang adalah lawan. Ia tak akan marah sembarangan karena ada wasit yang menegakkan aturan. Ia akan patuh pada syariat sepakbola. Ia patuh jika kartu merah harus memintanya keluar lapangan. Ia pun tahu ketika pertandingan usai, mereka bersalaman atau tukar-menukar kaos, walaupun kaos itu lusuh, bau ketek pula.

Islam memang bukan sepak bola, Islam bukan Ronaldinho, dan Ronaldinho tidak beragama Islam, tetapi Ronaldinho mengajarkan kepada kita bagaimana Islam dipraktikkan, meskipun hanya di lapangan sepak bola. Aturan dan filosofi sepakbola seperti kita melihat bahwa itulah Islam yang rahmatan lil alamin. Semua negara dari yang besar maupun yang kecil, dari semua daerah, semua kota, semua orang yang menjadi umat sepakbola, selalu mengimplementasikan syariah sepakbola ini.

Kita tidak diharamkan perang karena Nabi kita juga perang: yang telah ditentukan rule of the war. Mungkin peperangan itu dilakukan bukan dalam kerangka kenabiannya, tetapi karena Muhammad SAW adalah kepala negara dan kepala pemerintahan. Ia harus mempertahankan wilayah kekuasaanya, menjaga kedaulatan negaranya, melindungi rakyatnya. Itulah sebabnya Nabi menyusun kekuatan militer. Bahkan mungkin perang pun tidak masuk dalam ranah status hukum: haram atau halal. Tak seperti status haram untuk babi atau halal untuk menikah. Karena Islam memang tidak dilahirkan sebagai agama perang. Islam dilahirkan sebagai agama keselataman: asalama-yuslimu-islam.

Muhammad SAW bukan hanya menjalankan misi kenabian, tetapi juga membawa misi kekuasaan karena Nabi juga sebagai kepala negara yang harus mengurusi politik, ekonomi, hukum, dan kepala pemerintahan yang mengurusi birpkrasi dan perlindungan kepada (tidak cuma umatnya) tetapi warga negara. Inilah yang oleh sebagian kelompok Islam di banyak negara yang menjadi landasan bahwa (agama) Islam tidak boleh dilepaskan dari kekuasaan, politik, dan seterusnya. Ini pula yang mendasari perlunya agama dan negara menjadi satu kesatuan: dalam semua urusannya.

Indonesia memiliki presiden, tapi dia tidak membawa misi "kenabian"-risalah agama-dakwah agama. Karena agama hanya diletakkan sebagai urusan privat yang kalau orang tidak shalat tidak pernah diadili di depan pengadilan. Indonesia memisahkan antara agama dan kekuasaan.

Itu sebabnya presiden apalagi polisi tidak bisa menangkap, menyeret dan memenjarakan siapapun yang dilabel "melanggar hukum agama." Penjara hanya untuk mereka yang didakwa bersalah karena hukum negara. Ronaldinho hanya bisa dikeluarkan oleh wasit dan bukan oleh penonton pertandingan apalagi oleh pemain lawan...!!

Jika ada penonton yang tidak puas dan mengeluarkan kartu merah, tirulah Arifin Panigoro, karena Arifin menciptakan Liga Primer Indonesia (LPI). Arifin menciptakan "negara" baru dengan aturan-regulasi-hukum yang sesuai prinsip-ideologi yang dipercayanya dan semua "umat" LPI harus tunduk pada syariah baru dan bersyahadat dengan syahadat yang baru, berhukum pada hukum yang baru.

Jakarta, 19 Feb 2011
Habe arifin

Read More......
| 0 komentar ]

Bli fajar
SBH vs SBY

Tahun kelinci sekarang ini ditandai oleh dua revolusi sosial, yaitu di Tunisia dan di Mesir. Inilah tahun ketika rakyat menggulingkan rezim penguasa dan merebut kekuasaannya. Indonesia pada 1998 lebih dulu mengalaminya.

Presiden Soeharto (S), Presiden Tunisa Bin Ali (B), dan Husni Mubarak (H) disingkat SBH memiliki cerita revolusi yg hampir sama. Tiga negara ini dipimpin oleh rezim otoriter yang berkuasa lebih 30 tahun. Kebebasan rakyat untuk berserikat dan berkumpul menyampaikan pikiran dan tulisan dibatasi. Pers dibelenggu. Harga pangan dan minyak yang tak terbeli. Inflasi menggila. Kemiskinan menjadi kata kunci keresahan dan biang kerok kerusuhan. Semua kegalauan ini diperparah oleh korupsi yang merajalela, KKN yang naudhubillah, dan rusaknya mental dan kejujuran elite penguasa.

Revolusi sosial pun terjadi. Bin Ali hengkang dan melarikan diri. Soeharto bertekuk lutut dan menyerahkan kekuasaanya. Tinggal Husni Mubarak yang sedang berdiskusi dengan sekutunya Amerika sebelum lengser. SBH lengser, rakyat menentukan sendiri perubahannya.

Bagaimana dengan Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono)? Mari kita bandingkan kondisinya. Indonesia di era SBY mulai mengarah persis seperti Tunisia dan Mesir. Indonesia hampir pasti mengalami kriris pangan dan energi. Sebentar lagi harga minyak akan naik tinggi. Negara mensubsidi terlalu besar kebutuhan pangan dan energi ini sehingga keuangan negara nyaris ambrol karena utang sangat tinggi bahkan tertinggi sejak Tahun 2000 lalu. Inflasi naik menjadi 6,3% naik tinggi dari target pemerintah 5,3%.

Korupsi juga menggila. Hampir seluruh pilar demokrasi terlilit korupsi, eksekutif, yudikatif, legislatif, bahkan masuk ke industri pers. Korupsi tali temali dan saling berkelindan.

Kekuasaan mulai menunjukkan arah ke otoriter. Kritik dianggap melawan, menyampaikan aspirasi dianggap membodohi kekuasaan. Kebebasan pers perlahan-lahan tercerabut karena pers dikontrol oleh pemilik yang diduga korup. Jejaring sosial pun mulai dibungkam dengan berbagai pernyataan bahayanya facebook dan tweeter.

Melihat kondisi ini, Forum Rektor menyebutnya sebagai negara yang akan menuju sebagai negara gagal. Indonesia berada diperingkat 61 dari 170 negara yang termasuk dalam indeks negara gagal 2010. Indonesia jika tetap tak diperbaiki akan senasib dengan Somalia.

Penduduk yang besar, kesenjangan yang tinggi, pelayanan publik yang tak terurus, dan proses delegitimasi yang terus terjadi. Terdapat 157 kelapa daerah yang saat ini dihukum, bahkan satu di antaranya dilantik dalam status terpidana. Juga perpecahan elite politik dan penguasa. Semua proses ini menuju kepada kondisi negara yang gagal.

Semua telah mengingatkan karena kita tak ingin jadi negara gagal. Tinggal apakah SBY mau menghentikan proses menuju kegagalan negara ini atau sebaliknya malah mendorongnya. SBY bisa bernasib sama dengan SBH jika tetap acuh dan abai atas semua fakta dan membiarkan rakyat miskin dan ternista sementara elite dan penguasa tetap korup dan berperilaku bermewah-mewahan.

Belajar dari SBH, kita berharap SBY mau mendengar dan memperbaiki keadaan. (***)

Read More......
| 0 komentar ]



oke tes

Read More......
| 0 komentar ]



Goresan dari Derita Anakku



Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) telah menjadi magnet baru bagi orang tua. Ratusan orang tua berduyun-duyun memadati loket pendaftaran di SDN 12 Kebun Jeruk, Jakarta Barat. Terselip di antara ratusan orang itu adalah M. Adam Revolusi Arifin, anakku.



Sebagai orang tua yang memiliki anak usia sekolah dasar, aku juga turut berburu sekolah. Kriteria sekolah bagiku amat sederhana. Dekat dari rumah dan kondisi sekolahnya rapi, lingkungannya bersih, dan tidak nyaris ambruk. Ya, ambruk menjadi kriteria penting bila ingin sekolah dasar n(e)geri di Jakarta. Meski Ibu Kota sejumlah SD tua masih berdiri dan digunakan aktivitas belajar-mengajar. Aku tidak memiliki kriteria yang muluk-muluk, apalagi menginginkan gurunya berkualitas. Rata-rata guru sekolah dasar negeri di Jakarta sudah hamper pensiun. Sulit mendapatkan guru yang masih muda, bermutu dan professional.



SDN 12 Kebun Jeruk Jakarta Barat adalah pilihanku. Lokasinya hanya tiga belokan saja dari rumahku. Sekolahnya rapi karena baru saja direnovasi. Lingkungannya bersih karena (mungkin malu) di depan sekolah ini berdiri kantor Dinas Kebersihan Jakarta Barat. Kebetulan sekolah ini bertitel RSBI. Titel ini membuatku cemas karena dua alasan. Pertama, sekolah di sini pasti mahal. Kedua, ada tes akademik untuk menyaring calon siswa.



Kecemasan kedua membuatku ingin mengurungkan niat mendaftarkan Adam di sekolah ini. Alasanku sederhana, jika Adam tidak lulus, dia bisa stress. Itu artinya di usia yang masih belia, dia harus mengalami perasaan dan situasi menjadi pecundang. Orang yang kalah dalam persaingan. Merasa tersisih, “bodoh”, dan tidak layak menjadi siswa sekolah dasar. Meskipun sebenarnya Adam adalah rangking kedua PAUD Kasih Ibu, perasaan itu bisa terjadi. Aku khawatir ketidaklulusan ini menjadi bumerang untuk “tugas” akademiknya di kemudian hari.



Sebelum hari pengumuman kelulusan, Adam kuajak berdiskusi. “Bagaimana jika tidak lulus,” aku coba ajukan pertanyaan pancingan. “Adam tidak mau sekolah,’ jawabnya tiba-tiba. Aku sangat terkejut. Buru-buru aku menenangkannya dengan beragam argumentasi sederhana. Kecemasanku semakin menjadi-jadi. Untuk menghibur diri, Adam kupinjami laptop agar ia bisa main game online. Main game adalah kesukaannya di masa tenggang ini. Sorenya aku ajak jalan-jalan, menikmati udara sore, sambil “memberi asupan” argumentasi pentingnya mencari ilmu di mana saja, di sekolah apa saja. “Tidak. Adam tetap ingin sekolah di SD itu. Enak, ada AC-nya,” kali ini jawabannya semakin diperjelas.



Kecemasanku pun terbayar. Hari “H” pengumuman menempatkan Adam di nomor 30 dengan nilai 575 dari 28 anak yang diterima dengan nilai terendah 576. Hasil pengumuman itu aku sampaikan secara riang kepada Adam. Reaksinya hanya diam dan lebih mengalihkan perhatian. Adam memilih main game online di laptop. Dia acuh atas pengumuman itu.



Setelah pengumuman itu berlalu, kurang lebih sepekan kemudian Adam ambruk. Setelah seharian bermain, badannya mulai panas dan kepalanya pusing. Selama sepekan Adam mendekam di kamar dengan vonis dokter sebagai gejala typus. Hasil pemeriksaan darah juga memperkuak vonis itu. Yang aneh, di bagian perut bawah sebelah kanan terasa sakit. Adam mengeluhkan ini. Tetapi dokter anak menanyakan,”Apakah Adam pernah kebentur?” Ah, pertanyaan ini persis pertanyaanku. Pertanyaan orang yang bukan dokter.



Sepekan sudah vonis gejala typus itu tak kunjung membaik. Akhirnya, kubawa Adam ke dokter spesialis anak. Dari sanalah, tangan dokter itu memberi petunjuk.”Adam sakit usu buntu dan harus segera dioperasi. Ususnya telah pecah dan nanahnya menyebar ke selurh perutnya. Sekarang sudah muncul gejala infeksi di saluran kencingnya,” tegas sang dokter.



Tak berpikir lama, aku segera menenggak ultimatum dokter itu. Kubawa Adam ke Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta. Siang masuk, petang Adam langsung dioperasi. Tangisannya membuatku nyaris pingsan.



Di sela-sela sakitnya, Adam kudaftarkan di sekolah SDN 11, yang lokasinya bersebelahan dengan SDN 12 Kebun Jeruk. Tiga sekolah kupilih, SDN 11, SDn 10, dan SDN 15. Pada hari pengumuman, tak satupun SD yang menerimanya. Tes kelulusan hanya berdasarkan usia anak. Adam baru 6,2 tahun. Dia tidak diterima. Akhirnya kucari lagi info pada pendaftaran kedua. SDN 01, dan SDN 02 pagi Kelapa Dua, Kebun Jeruk, masih memiliki bangku kosong. Kusorongkan nama Adam di sana . Sehari kemudian penguuman. Adam diterima peringat kesatu. Di rumah sakit, hasil pengumuman ini kusampaikan ke Adam.



Sekali lagi, reaksinya tak menggembirakan. Adam memilih sibuk dengan sakitnya. Selang di perut masih belum dilepas. Dia tak pernah mau bicara sekolah. “Enakan main game,” katanya setelah kubelikan game boy sebagai “hadiah” atas keinginannya untuk sembuh dengan mengikuti petunjuk dokter untuk taat minum obat.



Salam

Habe arifin

Read More......