| 0 komentar ]

Barak Osama!!

Batu di sana sini tampak begitu dingin. Suara tetes air seperti hadirnya surga di kesunyian. Hari seolah buta. Pagi, siang, senja sama gelapnya seperti malam. Sejumput cahaya pun enggan datang. Hanya isak kelelawar yang melengking-lengking mengutuki telinga. Dia duduk bersila di ketinggian. Inilah Barak Osama. Sebuah tempat persembunyian yang konon begitu ramai tetapi sepi, begitu glamour tetapi perih.
Dia berada di bawah tanah sekian puluh meter. Sebuah bangunan yang mirip gua Hira. Di atasnya ditanam bangunan yang sering dinamai white house--simbol kegagalan bangsa besar terhadap persamaan hak: hitam dan putih- yang turun-temurun tetap dilanggengkan seolah ia penghapus dosa. Bahkan, ia menjadi ikon dunia tentang pentingnya demokrasi.
Beda jauh dengan Barak Osama. Ia tidak pernah punya warna. Barak Osama hanyalah gugusan batu, tetesan air dan cericau kelelawar. Tetapi, dia begitu gigih duduk di atas ketinggian. Pertarungan menegangkan telah dimenangkannya. Ia dinobatkan sebagai musuh demokrasi. Tetapi ia tak pernah mengolok-olok white house, karena dia sadar, dirinya hidup di bawah bangunan tua itu.
Kini, Barak Osama tak dingin lagi. Seorang muda berkulit gelap hadir untuk berdamai. Keduanya berjabat tangan. “Nama kita ini sama. Hanya beda huruf B.” Barak Osama segera ditinggalkannya. Dia akan pergi ke pasar, tempat keramaian berabad-abad. Dia mencukur gundul rambutnya, jenggotnya, dan mengganti jubahnya dengan jas hitam, lengkap dengan dasi dan musik hip hop. “Selamat datang Obama!!” (***)

0 komentar

Posting Komentar