| 0 komentar ]

Kamar 1909 itu tampak rapi. Sprei kasur masih tampak licin. Televisi 30" layar datar menyala dengan suara pelan. Lampu dinyalakan temaram. Sosok pria duduk dengan senyum dikulum. "Akhirnya mereka bisa kita manfaatkan," pria berbaju jas itu memelintir cerutu di bibirnya. Ia sendirian sambil mengepulkan asap. Dua cokelat terbaring di meja dan belum disentuh. Sekeranjang buah juga masih terbungkus plastik. Pendingin udara disetel hampir 10 derajat. Dingin sekali.

Telepon genggamnya bergumam. Ia lihat nomornya. "Ya, Pak, iya...menteri pertahanan juga boleh Pak..." Ia tutup deringan telepon itu. Mulutnya tersungging. Ia tenteng lagi telepon genggamnya dan dia berkomunikasi. "Ishak ajak ke sini. Bentuk lagi sel lain dan bikin ledakan. Tinggalkan petunjuk agar polisi bisa mudah mencari jejaknya. Korban satu anggota agar ia tertangkap," ia memberi instruksi.

Kamar 1909 terkunci rapat. Suara ketukan pintu berderap pelan. Sang pria bercerutu di dalam mengintip lewat lubang. "Segera masuk," ia menjabat sang tamu dan menyeretnya ke dalam. "Ada yang mengawasi nggak," ia bertanya dan dijawab dengan gelengan kepala. "Ini susunan organisasimu yang baru. Organisasi lamamu taruh di markas. Beri petunjuk polisi untuk mengetahui lokasi itu. Korbankan satu anggota. Sebut ia amir organisasi, lengkapi dengan dokumen-dokumen penting untuk menambah keyakinan polisi agar mereka bisa cepat menetapkan tersangka. Susunan organisasi dan nama-nama kamu bikin dengan baik dan logis. Atur juga surat-surat wasiat dan rekrutmen anggota," pria itu seperti mengomel sendirian. Ishak hanya diam. "Ini operasi intelijen. Jangan lupa permainkan media dan manfaatkan," akunya.

Kamar 1909 kembali terkunci. Ishak keluar melalui lift barang. Ia membawa tas berisi uang tunai pecahan 100 ribu. Metal detector tak bisa meraba berapa milyar uang di dalam itu. Transaksi senjata dan bom rakitan sudah dipesan. Ishak tinggal menyerahkan koper kepada sang penjual. "Ini hibah dari Syech Hasyim," Ishak menyerahkan tas kopernya dan berlalu. Ia membawa sebuah mobil penuh dengan amunisi, senjata dan bom rakitan. Sebuah transaksi telah dilakukan.

Ishak adalah kurir Syech Hasyim. Ia tangan kanannya. Ishak menjadi pelaku lapangan yang mengemudikan semua instruksi Syech Hasyim. Sang Syech ini sejatinya seorang mata-mata yang menerima pesanan pejabat untuk memenuhi ambisi kekuasaannya. Ia pandai merancang peledakan bom dan melabel kelompok lain sebagai pelakunya. Ia juga pandai merancang skenario untuk melibatkan kelompok-kelompok lain sebagai pelaku terorisme dengan menyusupkan anak buahnya dan menjebaknya dengan berbagai dokumen yang mudah ditemukan kepolisian. Dalam proyek peledakan bom yang baru saja dilakukan, Syech Hasyim berencana diangkat menjadi Menteri Pertahanan, menggantikan Menhan lama Puji Tarmuji. Keduanya jenderal bintang tiga. Syech Hasyim sudah pensiunan dan menjadi mata-mata abadi institusi intelijen.

Targetnya menjadi Menteri Pertahanan karena ia ingin mengembalikan kejayaan tentara. Ketika polisi menguasai semua lini, tentara seperti kucing kurap yang disepelekan. Kekuatannya dilemahkan. Kewenangannya dipreteli. Senjatanya dirontokkan. Ratusan tentara mati sia-sia karena penyakit, kekurangan gaji, dan kecelakaan. Syech Hasyim ingin mengembalikan lagi kekuatan tentara yang sebenarnya. "Terutama kekuatan intelijen tentara," ia mendengus seperti harimau.

Ia sadar, banyak kelompok ideologi yang mudah dimanfaatkan. Cukup dengan meracik doktrin dan merapal kitab suci. Mereka penurut seperti kebo dicucuk hidungnya. Mereka bodoh karena tak bersekolah. Ia hanya terampil. Itu karena dilatih. Tetapi, mereka mudah dimanfaatkan. "Untuk kepentingan apa saja," Syech Hasyim ngakak sendirian di dalam kamar 1909 sambil melihat liputan media tentang ledakan bom besar di sebuah hotel raksasa di negeri ini.

Presiden Sukit berpidato dalam bahasa kemarahan. (si ragil)

Read More......
| 0 komentar ]



Sepuluh Menit Jelang Bom Meledak
Tas pengantin sudah kusiapkan di meja. Kuatur waktunya, hanya sepuluh menit saja. Jika sudah sepuluh menit para pengantin akan bersenggama dengan bidadari di surga. "Segeralah turun, wahai akhi," seruku, dalam bisik merayu.


Kamar itu telah dibersihkan. Baju-baju telah dilipat. Sajadah disimpan. Al Quran ditelan. Gemiricik air di bath up telah kumatikan. Kami segera berangkat. Menunaikan shalat dhuha dua rakaat. Satu rakaat di Markisot. Satu rakaat di Fish Carton. "Allahu mengundang kita untuk lekas bersegera. Panggilan adzan sudah berkumandang. Kita segera tunaikan shalat. Kau bawa tas ini. Hati-hati agak berat. Berjalanlah seperti engkau sedang bersama bidadari di surga, bercanda, bercumbu. Jangan menoleh, atau bercanda. Basahi bibirmu dengan syahadat, karena sebentar lagi malaikat akan bertanya, untuk apa kau menghadap."


Hatiku berdegub kencang. Adzan sudah berkumandang. Waktunya menunaikan shalat. Dua rakaat. Satu di Markisot. Satu di Fish Carton. Berasa hampa. Aku segera menghadap. Tetapi hatiku terus berdegub. Satu di Markisot. Satu di Fish Carton. Pikiranku berguncang. Untuk apa aku membawa bom ini. "Untuk syuhada, ya akhi," malaikat itu berbisik ke telingaku.


Aku teringat ibuku. "Di mana kau ibu. Anakmu akan segera pergi. Adzan sudah dikumandangkan. Aku harus menghadap. Dengan tas yang berat ini. Yang harus kubawa dengan berjalan. Ibu..." air mataku meleleh. "Jangan menangis, ya akhi," malaikat kembali berbisik ke telinga kiriku.


Aku teringat ayahku. Ayah yang sering memukulku di waktu kecil. Betapa bandelnya aku. Aku pernah hampir tenggelam di sungai. Untunglah, ayahku menangkapkau segera. "Ayah di mana kau sekarang. Apa kabarmu. Dulu aku membencimu. Sering kali kau pukuli aku. Ayah...aku akan pergi sekarang. Adzan sudah berkumandang. Aku akan menghadap." aku terdiam dan sesenggukan. "Menangislah yang keras. Air matamu itu suci. Basahi lantai hotel ini dengan air matamu agar kau bisa berjalan lebih tenang," suara malaikat itu setengah membentak.


Aku teringat kawan-kawanku, saudara-saudaraku, calon isteriku. "Sayang di mana kau sekarang. Maafkan aku. Kita bertemu di surga. Aku belum bisa menikahimu. Sumpah, waktu itu aku hanya memegang tanganmu. Nafsuku bergelora. Tetapi, kau mencium bibirku. AKu tersentak. Kau pegang tanganku dan kau dekatkan ke dadamu. Sumpah aku tak tahan waktu itu."


"Aku ingin memelukmu. Aku ingin bersenggama denganmu. Aku lihat kau juga begitu. Kubuka bajumu. Kututupi tanganku dengan jilbab besarmu. Aku remas payudaramu. Kau menggelinjang. Maafkan aku. Tanganku terus turun ke bawah. Kucubit nafsumu. Kau lantas merangkulku dengan berbisik."Sabar Mas. Kita belum menikah."


Aku tersadar. Setan memenjarankan nafsuku. Besoknya aku minta ustad nur mengawinkanku. Saat itulah aku meremasmu dan kau meremasku. Aku begitu bahagia. Sekarang, pagi ini, baru tiga hari kita menikah, aku meninggalkanmu. Tapi engkau tahu. Aku ingin menjemputmu nanti di surga. Aku janji tak akan mengawini bidadari itu. Aku sayang padamu."


Adzan telah berkumandang. Aku harus segera berangkat. Aku berwudhu. Shalat dhuha dua rakaat. Aku sekarang tenang. Pikiranku tenang. Aku harus tenang. Tak boleh kelihatan gugup, cemas. Aku harus berhasil membawa suara adzan ini ke bawah. Melewati penjaga yang sering kusumpal uang. Mereka juga punya anak isteri. Mereka butuh hiburan. Tak ada salahnya kuberi tips. Wajar di hotel memberi tips. Aku beri ia satu juta setiap tiga hari. Aku minta dia berbagi bersama.


Kini saatnya aku harus pergi. Menuruni lift dan berjalan kaki. "Asslamualaikum warahmatullah. Assalamualaikum warahmatullah." Dua salam kuucapkan. Dua suara adzan akan segera bercerita. Dua tempat akan mengubur kafir-kafr itu.


"Aku teringat foto-foto anak-anak Palestina yang tewas bersimbah rudal. Ini sebuah kebiadaban yang tak boleh berulang. Aku harus ceritakan kepada dunia. Kami masih ada dan akan terus melawan. Kami tak akan berhenti. Masih banyak suara adzan yang segera dikumandangkan oleh kawan-kawan kami. Suara adzan yang kini berkumandang di pesantren-pesantren, madrasah-madrasah, akan segera berpindah ke hotel-hotel, kedutaan-kedutaan, tempat-tempat maksiat."



Ruangan itu kembali senyap. Aku tak melihat apa-apa lagi. Kupakai jas dan kupilih minyak wangi kasturi. Aku pakai peci, tapi ah, seperti di mana aku ini. Aku pakai jas yang disiapkan ustad nur. "Ya akhi, apakah kamu sudah siap." Kujawab pelan," Sudah akhi Sholeh." Mari kita berangkat. "Peluklah aku ya akhi Ismail agar aku bisa mencium tubuhmu sebelum kelak kita bertemu di surga." Aku memeluknya. Kami berpelukan. Takzim. Kuteuk pundaknya tiga kali. Ia menupuk pundakku dua kali. Kucium pipinya. Kukecup syahadatnya.



"Bismillah la yadurru maasmihi syaiun fil ardli wala fissamaai...."


Aku turun melalui lift yang terpisah. "Akhi, aku duluan. Assalamualaikum." Akhi Sholeh melambaikan tangan. Dua petugas hotel menyapaku. "Pagi Pak Ismail," ia minta turun bersamaku. "Selamat pagi," jawabku. Ia merebut tasku. "Mari kubantu membawakan tasnya Pak?' "Terima kasih," jawabku. Kupegang tas itu erat-erat. Tetapi ia mulai curiga. Ia mengajak ngobrol, tapi pikiranku menerawang membayangkan bagaimana surga itu kelak kutempati. Kemewahannya apakah seperti di hotel ini. Tak ada halal haram. Air kolam yang bening. Kenyamanan yang memesona. Entahlah. "Bapak melamun," petugas hotel itu menghardikku.


Aku tergeragap. "Agak sedikit pusing," aku bicara sekedarnya. Lift bertambah lagi di lantai liam. Tiga bule bersama kami di lift. Aku diam. Tetapi si bule itu menyapaku lebih dulu. "Good morning," ia mengangguk padaku. "Oh Ya Allah, begitu sopan dia. Apakah mereka pantas mati dalam lumuran darah kebadaban. Bukankah ia tak melakukan apa-apa padaku. Ah, mungkin aku tak tahu. Mungkin ia justeru telah menjadikan Afghanistan ternista seperti sekarang." Aku segera menjawabnya. "Morning sir," aku kembali diam.


Rupanya si bule ingin aku bicara. Ia mengeluarkan permen dari saku bajunya dan menawariku. Aku tolak dengan sopan. "Aku puasa," kataku dalam Inggirs yang fasih. "Oh, good..." komentarnya. "Orang Indonesia memang baik. Banyak orang puasa. Menghormati orang miskin yang kelaparan. Andai 10 juta orang seperti bapak dan menyimpan makanannya untuk dibagikan kepada orang miskin. Saya yakin tak ada lagi orang miskin di sini," ia mendesak pikiranku.


Aku tak bisa membenarka orang ini. Aku meronta. Tapi pikiranku menyadarkanku atas kebenaran si bule ini. "10 juta orang puasa. Jika 20 juta sehari saja, bisa memberi makan 5 juta orang miskin dalam sebulan. Bisa...Si bule ini harus masuk surga duluan kalau ia benar. Tapi ia pasti bergurau," aku meronta, memepetkan badanku ke pinggir. Lobi di hadapanku. "By sir," kusapa dia lebih dulu. "Ok thanks. Ia menyalamiku dan mengajak berjalan bersamaku. Tapi aku mengusulkan alasan. "Aku menunggu teman," kataku dalam Perancis. Aku yakin si bule orang Perancis. Ia kuminta berjalan keluar lobi lebih dulu. Ia keluar hotel dan aku baru berjalan. Aku tak mau ia ikut mati.


Aku diperiksa metal detector. Tas kuserahakn begitu saja. agar tak dicurigai. Kukedipkan mataku. Dan ia mengerti. Bunyi tiitt..tiittt...tak dihiraukan. Aku berjalan santai sambil menenteng tasku yang berat. "Berat sekali tasnya pak," kata petugas.."Ia saya mau pulang. Sarapan dulu di bawah," kataku sekedarnya. "Cuma oleh-oleh buat anak-isteri di rumah," aku kembali megalihkan perhatiannya.


Aku berjalan menuju Syailendra Restoran. Kulihat kawanku sudah lebih dulu menuju Fihs Carton. Aku melihat jejaknya dan bau wangi kasturinya berceceran di lobi. Ia memberi tanda, kalau sudah berada di Fish Carton. Aku segera bergegas. "Suara adzan sudah dikumandangkan," aku harus mengumandangkan adzan berikutnya. Aku menuju lobi dekat restoran. "Bismillahirrohmanirrohim. Assyhaduallah ilaaha illallah waasyhaduanna muhammadarrasululah." "Dummm...!!!!"


Bom mengoyak tubuhku. Suara adzan telah kukumandangkan agar kawanku tahu dan segera menyambung dengan iqamah. "Aku shalat dua rakaat secara berjamaah. Rakaat pertama untuk Markisot. Rakaat kedua untuk Fish Carton. Aku umumkan kepada dunia. Aku tidak akan berhenti selama kau tetap memusuhi kami. " (si ragil)























Read More......
| 0 komentar ]

Detik-detik Jelang Eksekusi Markisot II

"Aku datang memenuhi panggilanMu, Ya Allah. Aku datang. Saksikanlah wahai malaikat, wahai zat yang mendapat tugas. Aku datang dengan ridhaMu. Mengharap surgamu: jihad fi sabilillah."

Dini hari ketika embun turun, petak kamar itu menyala hangat. Terdengar air gemiricik syahdu. Seorang lelaki muda, mengelap mukanya dengan telapak. Ujung-ujung jarinya tengadah. Dihadapkan wajahnya ke atas dan berdoa. Ia menangkupkan butir-butir doa ke dalam dadanya yang berdegup. "Allahu Akbar." Ia berdiri khusyuk di atas sajadah. Bayangannya ikut bertafakur. Ia menindih hidupnya dengan memohon. "allahu akbar...walhamdulillah walailaha illahahu..allahu akbar...."

"Subhanallah..." Seorang lelaki tengah baya datang dengan mengendap. "Engkau pantas mendapatkan bidadari surga itu ya akhi." Ia melantukan pujian surgawi. Sholatlah sekali lagi. Dua rakaat sebelum subuh. Pastikah jiwamu tenang. Menghadaplah Sang Khalik dengan dada tegap dan jangan berpaling. Allah menyaksikan jihadmu hari ini. Malaikat maut akan menidurkanmu dalam dentuman keabadian yang indah. Keabadian surgawi itulah tujuan hidup ini.

"Allahu akbar." Lelaki muda itu melanjutkan sholat sebelum subuh dua rakaat. Ia memejamkan matanya seolah ia melihat Allah dalam hatinya. Ia melihat jasadnya yang hancur dan malaikat, bidadari, berebut menangkapnya. Mendekapnya erat-erat, memeluknya, memandikannya dengan air suci yang wangi. Ia melihat ruhnya berjalan dikitari bunga-bunga semerbak, disambut bak pahlawan dari medan kemenangan.

"Allahu akbar." Ia kembali berdiri, pada rakaat kedua. Ia melihat jasad-jasad kafir bergelimpangan. Mereka histeris, mengaung-aung, meronta kesakitan. Ia menyaksikan air mata telanjang, kelojotan tak terperikan. Anak muda itu memejamkan matanya sekali lagi dan ia melihat banjir darah di mana-mana. Kaum kafir itu merunduk-menyebah kepadanya:memohon belas kasihan. "assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh...."

Tak dilihatnya lagi lelaki paruh baya di belakangnya. Hanya dua tas berserak. Ia segera mandi dan mengambi minyak wangi. Dipakainya baju yang paling baik. Ia tak memakai kancut karena jasad hanya mengenakan kafan. Ia mengambil baju paling putih dan berseterika. Dilapisinya dengan jas. Lalu ia gendong tas, yang agak berat.

"Subhanallahu saudaraku. Engkau sudah siap rupanya..." Lelaki paruh baya itu sudah bersiap dengan mobil di depan. "aku akan mengantarmu sampai depan," katanya perlahan. sang lelaki muda itu tak berkata-kata lagi. "Ingatlah, perjuangan kita tidak hanya sampai di sini. Saudara-saudaramu akan terus berdatangan dan bersamamu berjihad. Kita tegakkan khilafah Islam dengan keteguhan jiwa, kebesaran hati, dan keikhlasan. Kaum kafir itu tak bisa dibiarkan merajalela." Lelaki baya itu terus mengemudikan mobilnya dengan bibir komat-kamit.

Pria muda itu seolah tak mendengar lagi kata-kata pembimbingnya. "Aku memilih hidup dengan cara mati. Aku tak memilih mati dengan cara hidup. Allahu akbar." Ia ingat terakhir kali menanggalkan surban, melipat sajadah, dan mengepaknya dalam kotak bersama Al Quran dan buku jihad fi sabilillah.

Mobil bergerak di depan hotel. Lelaki muda itu turun dengan senyum mengembang. Mobil lantas meluncur dengan pelahan. Sejumlah sekuriti disapanya dengan sopan. Metal detector dilaluinya. Ia terus berjalan menapaki surga. Ia mendengar gemiricik air keabadian yang suci. Ia melihat bidadari itu telanjang bulat di kolam air yang bening. Lelaku muda itu dipenuhi birahi. Ia ingin segera berlari ke sana, memeluk bidadari itu dengan syahwat kesucian. Ia berjalan gontai. Mengunci mulutnya yang sedang puasa.

"Oh, engkau bidadariku, engkau rangkul jasadku yang sebentar lagi remuk, agar aku tak merasakan sakitnya. Kau ciumi aku seperti kau menciumi air kesucian itu agar aku tak mendengar lagi suara ledakan. Kau cumbui aku agar aku tak melihat lagi darahku muncrat, menciprati kafir-kafir itu. Allahu akbar...allahu akbar...Ini jalanMu ya Allah. Jalan menegakkan kalimat-Mu....Kafir-kafir itu harus tahu, kami tidak akan pernah mati. Kami tidak akan pernah mundur. Kami tidak akan pernah berhenti."

Ia terus berjalan dan lelaki tengah baya tersenyum. Suara gemelegar membahana. Teriakan-eriakan kaum kafir itu tak didengarnya lagi. Ia hanya melihat keabadian. Ia melihat tubuh-tubuh berserakan itu seperti ia melihat bidadari yang cantik-cantik dan penuh nafsu. Ia telanjang. Baju putih bersih semburat entah ke mana. Kepalanya terpenggal, menggelinding dan dipeluk bidadari, dikecupnya erat-erat.

Tangannya yang tugel merangkul erat kebadian surga. Pahanya yang copot ditangkupkan ke paha-paha bidadari. Darah yang mengalir di lantai dilihatnya seperti air kesucian yang ranum dan wangi. Badannya yang hancur seperti perasaan gemelinjang di atas kasur, ketika ia dirasuki syahwat bidadari-bidadari yang telanjang... itu... kita semua telanjang. Mulut menganga seperti rasa kecupan dahsyat yang tak tertuliskan.

Kematian ini begitu indah. Seperti kehidupan di Doly!!! (si ragil)

Read More......
| 0 komentar ]




Presiden Sukit berdiri tegap di atas rumput. Mukanya tegang, badannya gemetar. Matanya nanar. Tiga menteri berada di belakangnya. "Kamu harus ikut tegang, jangan ada yang santai," Presiden Sukit memerintahkan ketiga menteri bidang keamanan itu dengan suara keras. "Ini penting. Seluruh dunia sedang melihat kita. Ini momentum yang baik untuk mengukuhkan kembali kemenangan kita. Aku akan serang lawan-lawan politikku," tegas Presiden sebelum berdiri mematung.


"Saudara-saudara," Presiden Sukit memulai pidatonya, menanggapi serangan teroris, meledakkan dua aset penting dengan bom berkekuatan cukup untuk membunuh 9 orang dan menciderai 55 orang lainnya.


Serangan teroris kembali terjadi. Saya sangat prihatin dan ikut berbela sungkawa kepada seluruh korban, baik yang tewas di tempat, di rumah sakit, dan yang luka-luka. Ya, saya berjanji, akan sekuat tenaga, dengan cepat memukul mundur teroris itu. Sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara saya meminta aparat kepolisian dan dibantu aparat militer untuk menangkap segera dan menghukumnya dengan hukuman seberat-beratnya, menghanguskan jaringan terornya hingga ke akar-akarnya. Tidak boleh ada yang tersisa. Kejahatan kemanusiaan ini harus dihabisi. Tidak boleh ada akar yang masih bisa menumbuhkan kekerasan dan serangan bom kembali.


Saudara-saudara rakyat Indokita yang saya hormati. Hasil pilpres telah diketahui. Saya, sebagai capres, dinyatakan menang. Tentu kemenangan ini membuat saya senang dan gembira. Sedangkan yang kalah, tentu mereka kecewa. Berdasarkan informasi intelijen, merekalah yang merakit dan meledakkan bom. Dulu, orang ini melakukan pembunuhan masif dan membuat takut rakyat Indokita. Sekarang mereka mengulanginya lagi. "Tangkap mereka segera. Seret ke sini dan kita hukum seberat-beratnya. Pembunuhan harus dibalas dengan hukuman yang berat. Bila perlu juga harus dibunuh. Kill to kllied."


Saya tidak bisa tinggal diam atas kejadian ini. Rakyat harus dilindungi dari rasa aman dan nyaman. Kepentingan negara, kepentingan rakyat jauh lebih berharga daripada kepentingan satu dua orang. Apalagi orang-orang ini sejatinya sampah. Ia sudah tak berguna lagi. Selama ini saya biarkan dia berkeliaran selama tidak mengganggu keamanan. Tetapi lama kelamaan dia mengulanginya lagi, membuat teror, membuat ancaman kemanusiaan dan sekarang membunuh.


"Catat. Saya akan cari barang buktinya dan saya perintahkan untuk menyeretnya segera ke penjara. Negara tidak boleh kalah oleh teror. Negara tidak boleh menyerah oleh kebiadaban. Negara harus kuat melawan segala macam teror dan kejahatan kemanusiaan. Negara harus tetap berdiri dan menang. Ini janji saya dan akan saya tunaikan segera."


Saya tahu jaringan teroris lama. Saya juga tahu anasir-anasir, hantu-hantu politik, yang haus darah dan ingin membunuh. Itu sebabnya saya ada di depan menyapa seluruh rakyat Indokita untuk memastikan semua jaringan itu akan saya lenyapkan, saya habisi. Tidak boleh ada akar sedikit pun untuk hidup di sini. Mereka tak bisa dibiarkan gentayangan dan membuat ketakutan.


Demikianlah pernyataan sikap saya sebagai presiden, kepala negara dan kepala pemerintahan. Saya tidak takut sedikit pun kepada semua teroris, karena hidup dan mati itu menjadi urusan Allah Yang Maha Kuasa. Saya tak bisa memajukan atau menunda kematian. Semua sudah diatur oleh Sang Khalik. Tetapi saya tidak mau kematian itu direnggut oleh kebiadaban dan keserakan dari tangan-tangan drakula-drakula, genderuwo-genderuwo itu.


Usai menyampaikan pernyataan pers, Presiden melakukan rapat internal. Tiga orang saja yang hadir. "Pastikan informasi pelaku pengeboman itu tidak sampai bocor. Ini cara saya untuk mencari perhatian rakyat dan mengukuhkan kembali kewibawaan politik saya. Saya sudah menang dan saya tidak mau kemenangan ini sia-sia. Apakah pelakunya sudah mati semua?" tanya Presiden Sukit kepada seseorang berkepala plontos.


Yang ditanya tak langsung menjawab. "Satu orang lolos Pak Presiden Sukit," katanya demam. "Cari dan pastikan ia juga tewas. Lalu santuni keluarganya," ujar Sukit. Selanjutnya, kau, harus melakukan investigasi dengan cepat. Tangkap orang-orang yang saya maksud dan cari bukti-buktinya Alat bukti bisa dibuat. Kamu buat serapi-rapinya dan jangan sampai bocor. Si kepala cepak menganggukkan kepala. Rapat bubar disertai dengan batuk-batuk kecil Presiden Sukit sambil melangkah ke dalam, menemui isterinya yang sedang pilek. (si ragil)















Read More......
| 0 komentar ]



Ya. Sekarang aku akui: akulah pelakunya. Aku yang menyuruh orang-orang itu meledakkan JE Marriot. "Allahu Akbar." Aku mengagungkan nama Allah di tengah kematian. Ya, agar arwah mereka tenang.


Saudara-saudaraku sesama muslim saya mohon maaf. Kematianmu hanya damapk saja. Aku tak bermaksud membunuhmu. Aku hanya ingin merontokkan aset-aset Emiriki saja. KAlau kau ikut terbunuh, kamu dapat pahala yang sama dengan anak-anak bomber. Kamu akan menjadi syahid. Percayalah. Sekarang atau nanti umat Islam akan menang. Dengan bom atau dengan senjata yang lain.

Sekarang ini bom memang penting. Aku harus menggunakan bom untuk menyalakan perang dengan Emiriki. Negara itu harus bertanggung jawab atas keserakahannya selama ini mengubur negara-negara Islam. Tetapi, sudahlah, sebenarnya aku sudah bosan perang dan memainkan bom ini. Tetapi, ada yang memberiku upah sehingga aku lakukan lagi. Upah itu adalah kematian syahid. Aku dan anak buahku ingin menjadi syahid.

Syuting tiba-tiba berhenti. Kesaksian dalang bom JE Marriot yang rencananya akan di-upload di internet dan dikirim ke sejumlah media itu terganggu. "Hei, kenapa kau menghalangi syuting ini," kata seorang kru sambil menenteng AK-47. Syuting dilajutkan kembali.

Aku tahu sejatinya tak pantas kusebut nama Allah ketika bom kuledakkan. Tetapi itu prosedur agar para syahid yakin dan percaya diri. Ini semacam SOP.


habe arifin

Read More......
| 0 komentar ]



APAKAH ini firasat? Entahlah. Sepekan sebelum bom menyalak di JW Marriot Hotel dan Riz Carlton Hotel, Jumat, 17 Juli 2009, pukul 7.45, jiwaku seolah bimbang. Perasaanku terhadap kematian begitu bergelayut. Satu dua hari aku bahkan tak bisa tidur. Alam bawah sadarku terus membawaku ke arah alam setelah kematian itu datang. Aku menduga, apakah aku yang akan dijemput malaikat maut untuk menghadap Sang Khalik. "Aku takut mati karena aku belum bawa bekal kematian ini," bisikku pelan kepada isteri, persis dini hari, setelah aku pulang kantor, di ruang depan.

Mati. Begitu banyak orang mati. Begitu cepat kematian datang, tak terduga, tiba-tiba, dan mengagetkan. Kematian bisa datang tanpa kita undang. Di mana pun kematian bisa terjadi. Presiden bisa mati, Menteri juga bisa menemui ajalnya. Wartawan, pedagang, pengusaha kaya, pengusaha miskin, orang kaya-orang miskin, tua-muda, nenek-nenek, kakek, koruptor, politisi, anggota KPU, Bawaslu, ayah-ibu, adik, kakak, saudara, kerabat, perampok, penjudi, ustad, alim ulama, cerdik pandai, orang-orang bodoh, preman, gelandangan, sopor angkot, atau pemulung, semuanya bisa mati: tiba-tiba tanpa diduga sebelumnya.

Aku katakan pada isteriku: ternyata sesuatu yang tidak pasti sejatinya adalah sebuah kepastian. Kematian itu tidak pasti datangnya, tetapi ia pasti datang. Kematian adalah sebuah kepastian. Siapa pun akan mati. Siapa pun akan merasakannya: berat, ringat, kasar, lembut, dengan mulia, atau dipermalukan, tersiksa atau teraniaya. Semua yang hidup akan mati. Kematian sesuatu yang tidak pasti datangnya, tidak pasti waktunya, tidak pasti kejadiannya, tetapi ia pasti akan tiba.

Setelah kematian itu datang, lantas apa? Yang calon presiden akan selesai saat kuburan mendekapnya. Milayaran rupiah uang dipakai untuk meraih kemenangan pilpres. Jika sudah menang, lalu mati, lantas, untuk apa kemenangan itu. Apakah kemenangan itu akan dibawa ketika ia mati. Tidak. Sama sekali tidak. Kematian itu tidak menyertakan apa pun. Orang mati tidak membawa apapun kecuali amal baiknya, kecuali dosa-dosanya. Selembar kain kafan hanya mengantar jasad kita, tak lebih tak kurang. Ketika tanah menindih dan cacing melumat apa yang bisa kita perbuat. Meski orang itu sebelumnya presiden, menteri, panglima, preman, penguasa, pengusaha kaya, bisakah membela diri dari kematian. Untuk membawa jasadnya sendiri ke pekuburan saja, mereka tak bisa.

Ya, inilah yang selalu ada dalam benakku. Setelah kematian, lalu apa? Jutaan bahkan milyaran tahun lalu, kematian itu tidak mengubah apa-apa. Orang yang telah mati jutaan bahkan milyaran tahun lalu sampai sekarang tetap saja mati, di dalam tanah. Ia tidak dan belum hidup lagi. Dunia belum kiamat. Alam akhirat belum datang: belum ada kehidupan surga juga neraka. Semua masih dalah kematian. Aku kadang berpikir, mengapa pikiranku jadi begini. Mengapa aku bertanya tentang alam setelah kematian. Mengapa aku seolah tak percaya tentang alam setelah mati. Mengapa aku mengikuti pola pikir orang-oran barat yang tak percaya alam setelah mati. Ah, mengapa pikiranku jadi ngelantur. Aku muslim. Astaghfirullah, ampuni aku ya Allah.

Kegelisahaanku ini kuceritakan ke isteriku. Isteriku yang orang pondok Langitan menjawabnya dengan bahasa agama yang sejuk. Kematian itu pasti datangnya. KIta semua tak akan membawa apa pun kecuali kain kafan. Setelah kematian itu kita semua akan memasuki alam akhirat, alam barzah. Di sanalah amal dan dosa kita dipertanggungjawabkan. Hingga menunggu kiamat tiba, kita, orang-orang yang telah mati, akan merasakan azab kubur. Yang baik diberi kebaikan oleh malaikat. Yang jelek perilakunya di dunia, mulai di alam kubur, mereka akan mendapatkan siksa.

Ya, saya mengimani rukun Iman, yang salah satunya percaya kepada hari akhir. Aku mengimani dan aku menjadi muslim dengan Iman itu. Aku percaya bahwa kematian akan datang. Setelah itu, kematian akan membawa kita ke alam akhirat.

Jumat dini hari aku bercerita, pagi aku mendengar RCTI mengumumkan ledakan bom di Marriot dan Ritz Carlton. Bom dan kematian begitu dekat. Ketika bom menyalak kematian serta merta hadir: 9 orang tewas dan 55 orang terluka.

Kematian itu begitu dekat
datang tiba-tiba


habe arifin
jakarta, 20 Juli 2009

Read More......
| 0 komentar ]




Read More......
| 0 komentar ]











Read More......
| 0 komentar ]

























































































































































































































































Korban tewas ledakan dahsyat di JW Marriot, 17 Juli 2009. Juga kerusakan di Hotel JW Marriot dan Hotel Ritz Carlton. Presiden SBY juga tampak menjenguk korban di RS MMC Kuningan Jakarta. (by ade/asep/her/balipost)

Read More......
| 0 komentar ]


***Kesaksian Isteri IG Agung Rai, Korban Bom JW Marriot
Sambil Tiarap, Ia Melihat Orang Beteriak ”Allahu Akbar”

Bom kembali menyalak di Ibu Kota, kemarin. Lagi-lagi Hotel JW Marriot, di Mega Kuningan, menjadi sasarannya. Tetangga Marriot, Hotel Ritz Carlton, juga ikut terkena dampaknya. Ledakan besar terjadi di sana. Putra Bali asal Kramas, Gianyar, ikut menjadi korban. Berikut kesaksian IG Ayu Dasini, isteri IG Agung Rai-- anggota Badan Pemeriksa Keuangan RI.

”Saya baru saja selesai sarapan di restoran Syailendra,” tutur IG Ayu ketika menemui Bali Post, di Rumah Sakit MMC Kuningan, Jakarta, petang kemarin, mengawali ceritanya. Wajahnya masih terlihat pucat. Suaminya, IG Agung Rai, tergolek di ruang 318. Kaki kirinya terkena pecahan kaca. ”Lukanya panjang, sekitar 20 cm dan dalam,” tutur IG Ayu sambil memanjangkan ibu jari dan kelingkingnya. Pelipis kirinya juga terluka terkena percikan kaca. Dua security berjaga di depan pintu. Mereka tak mengizinkan wartawan masuk.

Pagi itu, IG Ayu dan IG Agung Rai sedang menjamu tamu-tamu asing setelah mengadakan pertemuan Supreme Audit Institute, di Hotel JW Marriot, sejak Selasa lalu. Sedikitnya 15 negara ikut menjadi peserta. IG Agung Rai menjadi ketua panitianya. Kemarin, pertemuan sudah selesai. Tinggal beberapa tamu saja asal Mesir, Irak, Amerika, dan Malaysia, yang masih tersisa.

Setelah santap pagi, IG Ayu pamitan untuk mengambil semua barang di lantai 27. IG Ayu mencari porter sambil memencet lift. Sementara suaminya IG Agung Rai mengantar beberapa tamunya menuju lobi hotel. Saat itu pukul 08.00 kurang 10 menit, ketika sebuah bom meledak dahsyat. ”Lift masih berada di lantai satu setengah. Lift terasa bergetar dan keluar asap. Saya pikir, lift jebol. Saya panik,” kisah Ayu. Dua pegawai hotel sempat menenangkannya.

Tak berapa lama, suaminya telepon. ”Kita selamat, kita selamat,” setelah itu sinyal terputus ”tuuttt....” Ayu makin bingung. Ia masih terjebak di dalam lift. ”Saya terkurung, saya terkurung...,” teriaknya berkali-kali kepada suaminya. Ia tak sadar sambungan telepon telah terputus. Ayu kemudian dibawa ke lantai dua. ”Saya dibawa ke dapur. Saya kaget, lho dapurnya kok berantakan,” Ayu belum menyadari jika terjadi ledakan bom.

Sejumlah protokoler BPK kemudian datang dan mengevakuasi Ayu ke belakang hotel. ”Di sana saya bertemu suami,” akunya sambil terisak. Ayu kaget bukan kepalang ketika melihat kak kiri suaminya berlumuran darah. ”Pecahan kaca menancap ke kaki kiri Bapak,” tuturnya. Segera setelah itu, sebuah ambulans membawa keduanya ke RS MMC, tak jauh dari Marriot.
Berlumuran Darah

Setelah peremuan itu, Agung Rai bercerita tentang kejadian di lobi hotel. Ia baru saja sayonara pada tamunya tiba-tiba ledakan berdentum ”buuummm....” ”Bapak langsung tiarap..untungnya Bapak tak pingsan,” tutur Ayu. Ia melihat seorang,w arga negara Indonesia, bukan WNA, berlumuran darah, dari kepala hingga badannya. ”Orang itu sempat meneriakkan Allahu Akbar,” kata Ayu. Beberapa kali ia menghela napas. ”Bapak tidak tahu apakah dia pelakunya atau tidak. Bapak tidak mengetahui sumber ledakan, di depan atau di belakangnya. Tahu-tahu terdengar ledakan besar,” katanya sedikit gemetar.

Begitu ledakan terjadi, Agung Rai tiarap ke lantai. Ia langsung mengambil inisiatif menelepon isterinya. Begitu tahu isterinya menjawab, hatinya plong. Berarti isterinya selamat. Lalu ia menelepon anaknya yang baru saja tiba di Bali. Begitu mendapat telepon, anaknya langsung kembali ke Jakarta dengan menggunakan pesawat yang sama. ”Bapak juga sempat menelepon Pak Anwar Nasution (Ketua BPK)yang saat itu masih berada di Tokyo Jepang Bapak mengabarkan kejadian,” imbuh Ayu.

Asap mengepul. Kaca hotel berantakan. Kursi-kursi restoran yang baru saja dipakainya jempalitan. Bali Post melihat kondisi lobi Hotel JW Marriot amburadul. Sebuah dinding kaca nyaris ambrol. Sayang, Agung Rai tidak memperhatikan ke sekeliling, apakah ada orang mengenakan rompi dan menggendong bom. ”Bapak hanya menyaksikan orang berlumuran darah dan berteriak Allahu Akbar. Itu saja. Apakah itu pelakunya atau korban, entahlah,” katanya datar.


Orang itu berada tak jauh dari Agung Rai merebahkan badannya ke lantai.

Menurut Ayu, Agung Rai tak menyangka menjadi korban ledakan bom di hotel ini.
Belasan menit kemudian, sambil terpincang-pincang, Agung Rai dievakuasi oleh beberapa anggota protokoler BPK. ”Syukurlah, kami masih selamat. Itu yang diucapkan Bapak berkal-kali.” (heru b. arifin)

Read More......
| 0 komentar ]

Olama, presiden negara tetangga, memberikan ucapan selamat kepada Presiden Sukit. "Ya, aku ucapkan selamat kepadamu. Pemilu yang bebas bisa dijalankan dengan baik. Semua rakyat, elemen-elemen demokrasi terus bergairah melengkapi Indokita sebagai negara muslim yang menjalankan demokrasi terbesar di dunia. Ini sebuah kebanggan. Bagi kami rakyat Olama, perekmbangan demokrasi di Indokita snagat membanggakan. Kami bangga dan akan menjalin kerja sama lebih erat. Setidaknya janji yang telah diucapkan Presiden Sukit sebelum pemilu harus dipenuhi. Kami berhak menagihnya," Olama mengepalkan tangan dan meneriakkan,"Merdeka, merdeka..freedom."

Ucapan Olama ini diluar teks yang disiapkan Gedung Hijau. Tim kepresidenan Olama terperangah. Presiden mengeluarkan rahasia negara yang tak seharunya diucapkan di depan publik. Seorang sekretarisnya membisiki Olama. "Mr Presiden, no talk that.." Olama menoleh sebentar dan tersenyu. Barisan wartawan mencuri isi pembicaraan. Sejumlah televisi meng-close up wajah Olama. "Dont worry," kata Olama. Sejumlah wartawan langsung menyerbu Olama dengan berondongan pertanyaan. "What do you means, Mr President?"

"I am sory..." Olama kemudian membuka catatan yang disiapkan sekretaris untuk dibacakan dalam konferensi pers. "Saudara-saudara, maafkan saya tadi. Saya tak bermaksud menyindir Presiden Sukit. Hanya menagih janjinya saja. But, forget it, ok."

"Saudara-saudara. Terpilihnya Presiden Sukit sebagai Presiden Indokita cukup melegakan kita semua. Perjanjian negara kami dengan negara Indokita akan tetap diteruskan. Saya tidak membayangkan apabila calon presiden lain yang menang, tentu banyak perusahaan-perusahaan kami yang sekarang beroperasi di Indokita dan menguasai hampir 100 persen saham-saham di sana akan gulung tikar. Capres lain selama kampanye telah bertekad untuk menghentikan investasi asing, terutama perusahaan dari negara kami. Tentu itu kabar buruk buat kami. Negara kami sedang kolaps. Kami perlu modal untuk bangkit. Perusahaan-perusahaan tambang itulah harapan kami. Perusahaan-perusahaan yang berada di negara-negara di luar negara kami merupakan penyumbang terbesar pendapatan negara kami. Jika perusahaan-perusahaan tu dihentikan operasinya, ditinjau ulang kontrak kerjanya, kapan kami bisa bangkit dan menolong diri kami sendiri. Itulah sebabnya terpilihnya Presiden Sukit akans angat berarti bagi kami karena kami telah menyumbangkan sejumlah dana untuk kepentingan kampanyenya dan membantu dengan kekuatan intelijen dan penggiringan opini masyarakat dan sekarang hasilnya Presiden Sukit menang. Kami bangga dan kami akan meneruskan perjanjian kerja sama hingga lima puluh tahun ke depan."

"Kami butuh uang untuk membayar utang-utang kami. Resesi dunia harus diselamatkan. Banyak rakyat kami yang menjadi korban PHK. Indokita harus menjadi salah satu penolong kami. Kekuatan ekonomi Indokita, terutama kkayaan alamnya, sangat luar biasa. Kami akan mengeruk tambang, emas, intan, titanium, minyak, ikan, dan masih banyak lagi. Kami tak akan menyia-nyiakannya," kata Olama dengan senyum.

"Selanjutnya, akan saya bacakan pernyataan resmi yang ditulis tim Gedung Hijau untuk dikutip sebgaia pemberitaan resmi. Semua pembicaraan saya tadi anggap saja sebagai off the record dan haram dipublikasikan." Wartawan dan kamerawan televisi yang menyiarkan secara live pernyataan itu terbengong.... "YAng sudah menyiarkannya secara live, ya sudahlah. Forget it," katanya.

"Saudara-saudara. Pernyataan resmi Gedung Hijau menanggapi terpilihnya Presiden Sukit adalah sebagai berikut. Saya ucapkan selamat dan lanjutkan!!!"

salam
Olama, Presiden Mimpi

Read More......
| 0 komentar ]

Presiden Sukit (3)

Setelah kemenangan sudah di tangan, aku bergegas mengumpulkan semua partai koalisi. Tim sukses pilpres juga kuundang. Semuanya duduk di kursi melingkar. Tepuk tangan bergema, begitu aku datang. Semua yang hadir berdiri. "Terima kasih," kuangkat tanganku di depan kepala. Kursi digeser ajudan dan aku pun duduk. Hadirin kemudian menyusulku. Mereka duduk teratur. "Saudara-saudara," kataku membuka pertemuan ini.

Pertama, kuucapkan terima kasih atas kerja keras, sokongan, bantuan, pikiran, dana, dan berbagai dukungan terhadap saya selama masa kampanye pilpres. "Dengan tangan teruka kuucapkan terima kasih." Tepuk tangan kembali menggema di ruangan yang cukup untuk 20 orang ini.

Kini saatnya, saya sebagai presiden terpilih untuk menyusun kabinet. Ini adalah hak prerogatif presiden. Tetapi, saya tidak akan melupakan seluruh jasa dan kerja keras semua pihak, terutama yang hadir di sini. Saya juga tidak akan menyusun kabinet seperti sebelumnya, yang dikatakan kabinet pelangi. Saya tentu akan mengambil kaum profesional. Pertama-tama tentu saya akan mencari para profesional yang terdapat di dalam partai. Jika tidak ada, barulah saya akan mencarinya di kampus-kampus.

Selain itu, saya juga tidak melupakan orang-orang yang memberikan jasa luar biasa pada pendanaan kampanye. Ini penting. Tanpa dana itu saya tentu tak bisa ke mana-mana menyampaikan visi-misi saya sebagai capres. Saya juga tak bisa dikenal secara lebih luas oleh rakyat jika tidak beriklan. Jadi, saya harus menghormati mereka.

Berikan kepada saya waktu untuk menyusun kabinet ini. Prinsipnya saya akan mencari lima kriteria orang-orang yang masuk kabinet nanti. Pertama para menteri adalah orang-orang yang berjasa selama kampanye saya. Mereka dari partai koalisi, terutama yang besar. Kedua, menteri akan diambil dari para donatur kampanye. Ketiga, para menteri harus memiliki hubungan emosional dan pribadi dengan saya, keluarga saya. Keempat, para menteri harus mengerti kebutuhan saya dan keluarga serta kerabat saya. Kelima para menteri harus sepersetujuan isteri saya. "Bapak ibu tak mau kan kalau malam ini saya tidak apat jatah dari isteri," kata Presiden Sukit mengakhiri pertemuan.

Read More......
| 0 komentar ]

Menunggu Relawan dari Muara Gembong

Muncul berita perampokan mobil di Bekasi. Aku jadi teringat saat pembagian sepeda untuk sekolah (SUS). Sepertinya tak ada hubungannya dengan SUS ya. Tapi sejatinya ada. Mobil Innova gres yang kami sewa saat mengawal bantuan sepeda ke Muara Gembong, Bekasi, hingga malam belum kembali. Sopir mengiformasikan kepada pemilik mobil bahwa mobil berada di daerah Muara Gembong. Sang pemilik panik dan segera menelepon ketua panitia. Dia meminta jaminan kalau terjadi apa-apa dengan sopir dan dengan mobil Innova gresnya. "Kalau tahu Bekasi yang bapak maksud itu Muara Gembong, kami tidak sewakan. Risikonya terlalu besar," kata Yusni, pemilik mobil.

Betul malam terus bergerak hingga gelap gulita di Babelan. Mobil belum juga datang. Menuju tengah malam, mobil tak jua sampai. Telepon para personel relawan tak bisa dihubungi. Sinyal seluler seolah dimakan monster. Berkali-kali sambungan telepon hanya menyisakan suara tut...tut... tut... kepanikan mulai menggurat di wajah ketua. Pressure belasan personel kepolisian. Mereka baru saja 'bekerja' membuat wilayah Marrakash steril dari kerumunan warga. Saatnya mereka beristirahat sambil makan-minum dan mencari-cari panitia "berkoordinasi" (baca: bayarin makan-minum) .

Melihat isi dompet kumal dan lusuh tinggal Rp 50 ribu, ketua memilih kabur dari incaran polisi dan mengendus keberadaan empat relawan yang masih terkatung-katung di jalanan terjal dari Muara Gembong. Mengusut keberadaan empat relawan menjadi prioritas. Apalagi kunci gudang tempat 1000 sepeda disimpan terbawa oleh salah satu dari empat personel relawan. Praktis tengah malam itu, panitia, relawan mahasiswa UI, tak bisa membuka gudang dan tak bisa membawa sepeda ke lapangan yang sudah disterilkan.

Dini hari bergerak. Hingga pukul 02.30 mereka mengontak koordinator relawan dan mengabarkan sudah berada di tol. Seperti minum sebotol fruit tea rasa apel yang dingin dan manis. Seluruh tubuh yang lunglai tiba-tiba bersemangat. Kami tunggu mereka di kota. Begitu muka empat relawan terlihat di depan mata, sang ketua langsung mengajak mereka hunting makanan. "Ucapkan syukur. Mari kita makan." Salah satu relawan bongsor dan manja langsung tepuk tangan. "Betul, Pak. Makan!! Perut sudah kelaparan, dikocok pula di jalan. Tidur juga tak bisa."

Mobil Innova dan sopirnya datang dengan wajah lungset. Suara mobil gres itu seperti suara pria gemuk yang ngorok saat tidur. Tetapi, hunting makanan wajib dilakukan. Puter kiri, kanan: TUTUP. Tak ada warung makan buka. Akhirnya kembali ke asal, depan hotel tempat ratusan pemuda Bekasi balapan liar. "Tak ada pilihan. Kalau ada tawuran, selamatkan mobil dulu, baru kita lari." Pesan makanan di warung pecel ayam. Setengah jam lebih teman-teman menunggu tetapi menu makanan belum juga siap. Pada saat yang sama, patroli polisi lewat. Ratusan pemuda balapan liar langsung semburat. Mereka meraung-raungkan motornya dengan kecepatan setan.

Tunggu 15 menit lagi, makanan masih di atas piring dan belum terhidang. Tiga wanita penghibur senyam-senyum, melirik Ahmad, pemuda subur yang wajahnya camera face. Mukanya sering nongol di acara-acara musik di semua stasiun televisi: juga di acara The Master. Ia masih keponakan Chaerul Tandjung (eh, cepet sembuh ya. usai acara, ia tumbang. Ia demam tinggi karena amandel dan radang tenggorokan. ibunya begitu sayang. ia anak tunggal dari keluarga borjuis!!).

Makanan yang ditunggu nyaris satu jam itu pun terhidang. entah karena lapar atau rakus, belum lima menit, sepiring nasi, berlauk ayam goreng itu ludes, tak bersisa. "tambah nasi." Tak ada pilihan. Nasih ditambah, perut pun senang. Punggung yang sebelumnya melengkung akhirnya bisa tegak kembali. "Ah, mengapa tiga wanita itu masih saja usil senyam-senyum pada dini hari seperti ini. entahlah!!!"

habe arifin
sori jadi inget kembali

Read More......
| 0 komentar ]

Horee..JK Menang, SBY Menangis

Jusuf Kennedy (JK) dipastikan memenangi Pemilu Presiden 2009 di Republik Indokita. JK mampu mengalahkan pesaing terberatnya Samiun Bekti Ya (SBY). Ribuan pendukung JK memadati markas tim kampanye. JK sendiri dibopong beramai-ramai. "Hidup JK, hidup JK..." Anak-anak muda mengekspresikan kegembiraannya di jalan-jalan ibu kota. Gegap gempita tiupan terompet kemenangan terus meramaikan suasana kemenangan ini.

JK sendiri langsung menggelar jumpa pers. "Syukur alhamdulillah. Kemenangan ini merupakan kemenangan rakyat. Rakyatlah yang menang. Kami ucapkan terima kasih atas kepercayaan rakyat kepada kami. Kami berjanji akan lebih cepat memperbaiki perekonomian dan nasib bangsa ini," JK terus tersenyum.

Di lain pihak, Capres SBY justeru menangis. Ia membanting buku komik yang dipegangnya. Sebuah televisi layar datar 24 inci sudah terlihat hancur berantakan. Asap membubung di ruang tamu. Anak, isteri, tim sukses diam bisu. SBY duduk dan menangis. "Kekalahan ini seharusnya tidak terjadi. Beberapa kali simulasi, kita dalam posisi menang," ia mulai bicara. "Kemenangan itu sudah di tangan. Hasilnya seharusnya tidak seperti ini," ia mengulangi penyesalan.

Sedetik kemudian, seorang anggota tim sukses datang tergopoh-gopoh memasuki ruang tamu. "Maaf, Pak, maaf!" SBY masih muram. Air matanya belum dilap. Gelambir matanya makin tebal. "Kita unggul, Pak, kita unggul," si pembawa berita ini duduk tersedu dan ikut menangis. "Kita yang menang, Pak," ia berteriak.

SBY tak percaya. Sejumlah tim sukses menenangkan si pembawa berita. Beberapa yang lain menyaakan televisi. "Ada kesalahan sistematis dalam laporan panitia pemilu. Kita pasti unggul dan menang satu putaran. Komputer panitia pemilu rusak."

Sejumlah televisi kemudian menayangkan breaking news. "Kemenangan JK sepertinya tak bertahan lama. Laporan tabulasi sementara justeru menunjukkan pasangan SBY yang unggul. Persentase kemanangan cukup mencolok hingga 55%. Pasangan ini bisa menang satu putaran." Tim sukses SBY pun bersorak. Terompet kemenangan pun ditabuh.

Lima menit kemudian, Breaking News muncul kembali. Reporter menayangkan hasil quick qount. Pasangan Mengalah dan Pasrah (Menga-Pa) justeru unggul tipis di atas SBY dan JK. Selanjutnya berita pusat tabulasi panitia pemilu menunjukkan perubahan drastis. PAsangan Menga-Pa justeru dinyatakan unggul tipis di atas pasangan SBY dan JK. Menga-Pa unggul 2% di atas SBY.

Usut punya usut komputer di tabulasi panitia pemilu rusak parah. Kiriman sms juga hang out. Suara pemenang belum bisa dipastikan. Panitia memutuskan tak menggunakan penghitungan cepat. Keputusan tetap ke penghitungan manual.

Sepekan kemudian panitia pemilu menyatakan pemilu dilakukan dua putaran. Pasangan JK dan SBY yang berhak maju. Sementara pasangan Menga-Pa harus gugur di tengah jalan. (***)

Read More......
| 0 komentar ]

Mencontreng Siapa Hari Ini?
Oleh: Heru B. Arifin/artikel faktanews

Udara masih berasa segar ketika Capres Megawati Soekarnoputri memasak soto ‘merdeka’ di kediamannya di Kebagusan. Dengan memakai celemek, Mega terlihat begitu ‘ibu-ibu.’ Setelah menjadi “juru masak andal,” Mega berubah menjadi politisi tangguh setelah mencopot celemeknya dan menyampaikan pidato politik. Pidato politik ini sempat dilaporkan Tim Sukses ke Bawaslu karena dianggap menyampaikan visi-misi.

Pada hari yang sama, ketika udara Jakarta tetap teduh, Capres Susilo Bambang Yudhoyono menjalankan tugas kenegaraan. Capres SBY melakukan telewicara dengan 11 gubernur di seluruh Indonesia. Tepuk tangan sempat memecah ketegangan ketika SBY berpantun, “bunga selasih tak pernah layu, terima kasih, thank you.” Malam harinya, di kediaman SBY tak kurang lima ribu orang melantunkan doa dan dizikir untuk suksesnya pemilu presiden dan kemenangan kedua kalinya dalam pemilu.

Masih di Ibu Kota, Capres Jusuf Kalla disibukkan menerima tamu-tamunya di Jalan Mangunsarkoro. Mereka sejumlah tokoh masyarakat dan tokoh lintas agama. Malam harinya, Jusuf Kalla melanjutkan doa dan dzikir bersama untuk suskesnya pemilu presiden dan tentu kemenangannya.

Pemilu presiden dilakukan hari ini, tanggal 8 Juli tahun 2009. Mulai pagi pukul 07.00 hingga matahari persis di atas kepala pukul 12.00 pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) bisa menggunakan hak pilihnya. Pemilih yang menggunakan KTP dan paspor bisa menggunakan hak pilihnya antara pukul 12.00 hingga 13.00. Pemilih yang menggunakan KTP jangan lupa membawa kartu keluarga. Penggunaan KTP dan paspor diperbolehkan setelah Mahkamah Konstitusi mengetuk palu perubahan hasil judicial review UU Pilpres.
Mencontreng siapa hari ini? Inilah pertanyaan inti dari gelegar kampanye selama berbulan-bulan di berbagai media massa, di televisi, media cetak, radio, hingga di dunia maya internet. Ratusan milyar hingga trilyunan rupiah uang dihabiskan untuk menjawab satu pertanyaan inti tersebut: mencontreng siapa hari ini.

Pertanyaan itu sengaja dibuat dengan kalimat mencontreng siapa dan bukan mencontreng apa, karena mencontreng siapa lebih mudah, simpel, dan lebih personal. Mencontreng siapa memberi gambaran personalisasi program, gagasan, visi-misi, karakter, penampilan, ideologi, bahkan pertautan emosi. Berbeda dengan pertanyaan mencontreng apa, karena mencontreng apa berarti perlu gambaran yang lebih rinci, detail, menyangkut program kerja, gagasan, ideologi, visi-misi, dan konsep menjadi.

Pemilih membutuhkan waktu, pikiran, tenaga, bahkan alat untuk menemukan kembali lembaran-lembaran progran kerja, visi-misi, dan ideologi yang ditawarkan pasangan capres dan cawapres. Personifikasi pasangan tokoh capres dan cawapres lebih mendekatkan pilihan pemilih tentang program kerja, visi-misi dan ideologi.

Pertanyaan kemudian berlanjut siapa tokoh capres dan cawapres yang akan dipilih para pemilih di hari pencontrengan hari ini. Megawati-Prabowo-kah, Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono-kah atau Jusuf Kalla-Wiranto? Pilihan politik pemilih hanya ada tiga. Jika ingin memilih Dedy Mizwar, tentu tidak bisa, meskipun tokoh Nagabonar itu juga mengajukan diri sebagai capres.
Pemilih tentu sudah memiliki bekal sebelum mencontreng pilihan-pilihan politik itu. Ada banyak saluran informasi yang bisa diakses, terdapat ribuan kesempatan untuk mendatangi tempat-tempat kampanye, dan berjam-jam tayangan televisi dan siaran radio mengisahkan pandangan, gagasan, dan program para kandidat.

Bekal paling penting para pemilih adalah informasi yang meyakinkan, rasional, bisa dibuktikan, dan dijamin bahwa pasangan capres dan cawapres yang akan dicontreng bisa memberikan harapan bagi pemilih. Pemilih yang pengangguran bisa memiliki harapan untuk bisa bekerja kembali. Pemilih yang miskin punya harapan untuk keluar dari kemiskinannya. Pemilih yang memiliki anak-anak usia sekolah bisa memiliki harapan agar anak-anaknya bisa bersekolah. Pemilih yang pengusaha bisa memiliki harapan bisa berusaha dengan lebih baik. Pemilih yang pegawai bisa memiliki harapan bisa memperbaiki mutu dan kesejahteraannya sebagai pegawai. Pemilih yang petani, nelayan, mahasiswa, pelajar, buruh, serta pemilih lainnya bisa memiliki harapan agar lima tahun ke depan lebih terjamin kualitas hidupnya.

Harapan inilah satu-satunya bekal yang paling penting dibawa ke Tempat Pemungutan Suara. Mencontreng pasangan yang bisa menjamin masih ada harapan untuk meningkatkan kualitas hidup, setiap individu warga negara, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara, itulah yang seharusnya dipilih. Sebab, tanpa harapan, akan menjadi apa dan menjadi siapa diri kita, bangsa dan negara kita. Selamat mencontreng. (***)

Read More......