| 0 komentar ]

Namanya Jibril, tetapi aku memanggilnya Monas. Temenku suka menyebut Monas Jibril. Pria kelahiran Menteng Atas 30 tahun silam itu cuma pemuda pengangguran. Jibril sering terlihat di stasiun Gambir. Kalau tidak menjadi tukang semir sepatu, ia memilih menjadi calo tiket. Ia tidak mau menjadi pengemis atau penipu. Ia lurus dalam pekerjaannya. Jibril setiap malam bisa dijumpai tidur bersama Mikail di kolong jembatan, menghadap ke Kedubes AS. ”Suatu saat aku akan mengebom kedutaan itu,” kata Jibril kepada Mikail, pekan lalu


Obrolan kedua sahabat pengangguran itu seperti diterbangkan angin malam ke Markas Besar Polisi di Tarumajoyo, Blok S. Dua pembesar Densus 99 pun merapatkan tim pemburu teroris. Semua intelijen disebar. Beberapa intel menguntit Jibril sedang berak di toilet stasiun. Belasan lainnya mengintai Mikail yang sedang tiduran di mushola stasiun. Jibril dan Mikail tak pernah menyangka sedang diamati. Keduanya tetap menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Makan nasi bungkus di warung gendong atau mencari sisa-sisa roti di bak sampah. ”Yang penting bisa makan dan tidak mencuri. Allah pasti menolong kita,” ujar Jibril ketika berbuka puasa, kemarin lusa.

Kedua sahabat ini berasal dari Solo. Kota yang di waktu kecil pernah menggemblengnya dengan ketaatan beragama. Ia pernah sekali melakukan jihad menolong perempuan hamil yang ditendang suaminya dari rumah. Jibril membawanya ke rumah sakit dan ia bekerja apa saja untuk membiayai seluruh perawatan. Mikail juga sering berjihad, memberi tempat duduk pada ibu-ibu hamil yang bergelantungan di bus kota. Ia memilih berdiri dan ia menyebutnya dengan jihad. Latar belakangnya tak diketahui. Jibril jebolan pesantren di Gruki. Mikail keluaran pesantren di Ngruka. Keduanya dipertemukan di stasiun Gambir sebagai gembel.

Kemarin, Jibril dan Mikail dibekuk Densus 99 setelah fotonya disebarkan ke media massa sebagai buron. Jibril dibekuk ketika sedang menyemir sepatu seorang perwira muda militer yang kebetulan sedang berangkat dinas ke Jawa Timur. Sedangkan Mikail dibekuk ketika sedang menjual kolak buka puasa di dekat pintu masuk Makostrad Gambir. ”Kami salah apa??” Jibril sempat meronta. Sebuah bogem mentah muncrat ke mukanya. Jibril pingsan dan segera dibawa dengan tangan terborgol. Mobil Avanza silver sumbangan pengusaha judi pun meluncur di Medan Merdeka yang ramai.

Mikail lebih santun. Ia masih sempat berbuka puasa dan menawari aparat Densus 99 kolak dagangannya. Lima petugas ikut bersantap kolak pisang tanpa bayar. Mikail dikurung di terali penjara ketika bedug buka ditabuh dan shalat ditegakkan. ”Saya salah apa, Pak. Tolonglah, saya ingin shalat sejenak dan silakan mengurung kami lagi,” Mikail bicara pada tembok. Semua petugas diam seperti berhala.

Esoknya, melalui tayangan televisi, Jibril melihat juru bicara kepolisian menyatakan telah menangkap dua gembong teroris anak buah Mudin N. Pot, beraliran wahabi radikal yang telah merancang pembentukan negara Islam dengan Ibu Kota Gambir. Jubir kepolisian menunjukkan foto sketsa Jibril dan Mikail, lengkap dengan sokongan dana milyaran dari Arab Saudi dan dua pucuk senjata buatan Pindang. ”Saya perlihatkan barang bukti otentik lainnya yaitu seragam militer. Inilah seragam militer yang digunakan untuk melatih diri sebelum keduanya menjadi mortir dalam rencana pengeboman Kedutaan Besar Amerika. Semua rencana itu berhasil kita batalkan dan Kedubes Amerika selamat dari serangan terorisme,” Jubir Kepolisian Nama Mana dalam jumpa pers yang diliput ratusan media dalam dan luar negeri.

Ayah Jibril bernama Monas mengelak tudingan itu. Ia mengatakan terorisme terjadi akibat perang dingin kepolisian dan militer dalam merebut kekuasaan dan pengaruh. ”Buktinya seragam militer itu bukan milik anak kami. Seragam itu ditunjukkan untuk menyudutkan militer. Penangkapan anak kami juga di depan perwira militer. Penangkapan Mikail juga di dekat pintu markas militer. Ini persaiangan militer dan polisi dengan memanfaatkan gerakan Islam. Ini fitnah keji yang harus diakhiri,” Monas bicara berapi-api. (si ragil)




Read More......
| 0 komentar ]

Presiden berdiri di podium dengan tangan mengepal. "Kami marah. Rakyat harus marah. Kita semua marah. Ayo ganyang Malingsia," Presiden Sukit berteriak di corong televisi rakyat. Seluruh stasiun televisi menayangkannya secara live. Seperti acara sepakbola, setiap stasiun televisi menempatkan pidato presiden dalam program khusus, lengkap dengan pengamat dan berbagai pihak. Mecro TV bahkan menghadirkan Panglima Militer dan sepuluh angkatan perang membahas langkah dan strategi perang "Ganyang Malingsia."


Ribuan tentara bersiap di barak. Angkatan perang maritim mengeluarkan lima puluh kapal perangnya di setiap pangkalan tentara maritim. Lengkap dengan rudal jarak menengah. Pasukan ranjau khusus darat juga bersiap. Mereka sudah berlatih meledakkan ranjau-ranjau di pegunungan. Pasukan Gatot Kaca juga sudah mencoba sejumlah pesawat baru dari Rusia. Sejumlah amunisi berkekuatan tinggi tengah disiapkan. "Baru kali ini kami keluarkan semua kapal perang dan kami siap bertempur,' Kepala Staf Tentara Maritim Sujarwo Slamet Ngarijan bericara di depan CCB, stasiun televisi asing yang menyokong serangan pemerintahan Sukit ke Malingsia. Televisi ini gencar memberitakan perkembangan tiap detik kesiapan tentara Indokita.

Rakyat mulai berkeruman di setiap lapangan terbuka. Mereka menyatakan sikap dan siap menjadi relawan perang. Lasykar-lasykar sipil siap mati di medan laga. Mereka menyebut relawan ababil. Sejumlah organisasi ulama mengeluarkan fatwa jihad. Sedangkan pentolan teroris malah mengutuk keras rencana jihad ke Malingsia. Mudin N. Pot mengirimkan rekaman kecaman itu dan disiarkan secara luas oleh televisi.

Presiden Sukit kembali di udara. Ratusan wartawan cetak, elektronik, merekam pidatonya sebelum pasukan sepuluh angkatan bergerak. "Saudara-saudara," Presiden Sukit mulai menyampaikan pidatonya.

"Saya manusia biasa dan saya bisa marah. Kami ini negeri biasa, maka negeri ini juga bisa marah. Sudah cukup sikap diam kami. Jangan diartikan kami diam sebagai ketidakmampuan. Kami diap karena kami memang ingin mencari jalan damai. Tapi bukan berarti kami tidak mampu dan tidak berani."

"Kalau saya marah itu wajar. Negeri kami, rakyat kami marah juga ajar. Kemarahan kami itu menyehatkan bangsa kami. Adrenalin kami berfungsi normal. Kalau kami tak bisa marah, jadi bangsa apa kami ini. Dengan amarah, organ-organ tubuh kami bisa bekerja secara alami. Organ bangsa dan negara kami bisa berfungsi optimal. Seruap persatuan selama ini ditanggapi seperti angin lalu. Dengan marah, persatuan tercipta seketika. Seluruh rakyat menyingsingkan lengan dan bertekad untuk menyatukan diri, melepaskan egonya, sekat ideologinya, sukunya, profesinya, dan macam-macam halangan. Yang pedagang, penguasaha, guru, siswa, pelajar, dosen, politisi, tukang semir, sopir, buruh pabrik, pejabat eselon, PNS, semua bergerak. Berjalan ke lapangan terbuka dan siap menjadi relawan. Seluruh rakyat, yang buruh dan petani semua sap diberangkatkan ke medan perjuangan. Siap menggempur Malingsia."

"Wahai rakyatku. Biarkan negara ini berfungsi, seperti badan kami berfungsi. Kadang kami harus marah, kadang kami harus welas asih. Beginilah manusia. Tidak bisa kami diam sementara mereka terus arogan. Tidak bisa kami berunding sementara mereka memegang senjata, tidak bisa kami bertegur sapa, kalau bangsa dan rakyat kami disiksa. Tidak bisa kami bicara kalau mereka terus berteriak. Tidak bisa kami mengoreksi diri sementara mereka menguasai pulau-pulau kami. Tidak bisa kami bernegosiasi sementara mereka melanggar janji. Kini, kita buktikan bawah kami adalah bangsa dan negara yang punya kehormatan dan harga diri. Kami diam bukan kami tidak berani. Serbuuuuu...." (si ragil)





Read More......
| 0 komentar ]

Anda ingin tahu bangsa pengangguran memproklamasikan dirinya? Simak berikut ini...



Proklamasi Pengangguran Indonesia

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan pengangguran bangsa Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan pekerjaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnj a.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 09

Atas nama bangsa pengangguran Indonesia.
Soekarmo/Halla

Read More......
| 0 komentar ]

Tayangan televisi itu membuat Jupri tersedak. Ubi yang baru saja diseruputnya dari semangkok kolak buka puasa melompat mengenai gundul kepala anaknya. ”Ayah...!!!” Si anak nyaris memakinya. ”Maafkan Ayah, Nak..” hati Jupri berdesir. Nuraninya membisikkan sesuatu ”Inikah hadiah kemenanganmu, Presiden!!” Ruang makan itu menjadi tak nyaman. Si isteri melotot seperti ingin menelannya. Televisi dimatikan ketika si aktor, Asrul sedang memandangi lima anaknya berebut sebungkus nasi ransum.



Ramadhan betulkah telah datang. Jupri meletakkan mangkok di meja dan ia mencari angin di teras. Ia memandangi langit yang tiba-tiba gelap. Udara berjingkat-jingkat. ”Mungkin sebentar lagi hujan,” Jupri berkata dalam hati.

Ia memutar kembali tayangan televisi yang membuatnya hampir muntah. Semua harga kebutuhan pokok naik. Harga seikat kangkung yang dulunya cuma lima ratus perak kini berubah menjadi 1.500 rupiah. ”Keterlaluan!!” Tarif jalan tol dinaikkan menjelang lebaran, usai lebaran harga elpiji dinaikkan. Utang IMF juga bertambah. ”uhukkk..uhuk..uhukk..!!! Jupri terbatuk-batuk sendirian.

Ia gelisah. Gajinya sebulan bisa ludes sebelum akhir bulan. ia membayangkan keributan kembali terjadi di keluarganya. Jupir kembali terbatuk – batuk. ”uuhukk...uhuukk...uhuk...!!!” Jupri tak bisa menghentikan batuknya dan ia terjengkang. ”Ayahhh....!!!’ Anaknya Jupri menangis. Isterinya histerisss!! (si ragil)



Read More......
| 0 komentar ]

Ia datang seperti raja yang baru saja memenangkan peperangan. Langkah kakinya seperti gajah, matanya berbinar-binar dan senyumnya terus mengembang. ”Kami bisa menangkap teroris,” katanya pendek, seperti sengaja memendam cerita agar ia banyak ditanya wartawan. Ribuan kamera kelojotan mengabadikan wajahnya. ”Kami terpaksa membunuh teroris karena membahayakn petugas,” mukanya dibuat setengah tegang agar seolah-olah ia sedang menghadapi persoalan.


Ia seorang perwira polisi. Sebulan silam, ia didamprat. Mukanya masam, nyaris tanpa harga diri. Ia tak sanggup menjaga aksi unjuk rasa yang berlangsung anarkis. Seorang ketua parlemen daerah tewas dalam aksi unjuk rasa itu. Suaranya nyaris hilang seiring kehormatannya yang tenggelam. Ia menjadi seorang pecundang. Kursi kekuasaanya digergaji, ia pun dimutasi.

Entah mengapa, ia ditempatkan sebagai juru bicara kepolisian. Sang pecundang akan membawa nama institusi kepolisian. Lantas pecahlah dentuman bom teroris. Sang pecundang pun sibuk merapikan rambut, memasang emblem kekuasaan di pundak dan di dada. Bibirnya diberi lips glos agar selalu terlihat merah dan lembab. Mukanya dicuci bersih seperti ia ingin membersihkan piring kotor kekuasaan yang lalu. Lalu ia berjalan dengan membawa map. ”Inilah dalang teroris yang meledakkan bom,” ia menenteng foto teroris dan mendekatkannya ke mukanya. Ribuan media massa nasional dan internasional menempatkan foto sang pecundang sebagai pahlawan yang berhasil menangkap para teroris.


Jutaan pasang mata menonton sang pecundang sebagai pahlawan baru: pahlawan pemberantas teroris. Tak ada lagi kata pecundang. Para wartawan juga melupakan tragedi sebulan silam. Seolah tidak ada apa-apa di siang bolong itu, ketika ketua parlemen dikepung dan diamuk massa. Seolah tak pernah ada kejadian itu, ketika polisi hanya diam membeku dan sang pecundang cuma sibuk di rumah makan menafakuri menu-menu kuliner yang tak pernah dibayar.

Negeri Indokita berhasil menciptakan pahlwan baru bekas pecundang. Sementara ribuan perwira yang tekun belajar, giat bekerja, berpretsasi dalam melaksanakan tugas, hanya bisa menjaga tong sampah dan melayani arisan. Mereka tetap menjadi sepatu. Sementara sang pecundang tertawa dan sibuk menyisir rambut karena wawnacara televisi sudah menunggunya.

Prestasi selalu sepi. Tak ada yang melihat apalagi menayangkannya di televisi, menyiarkannya di radio atau mencetak namanya di koran-koran. Lebih baik jadi pecundang. Kalah menang tetap saja menang!!! (si ragil di www.fiksinews.blogspot.com)


Read More......
Bra
| 0 komentar ]

Seorang teroris ditangkap setelah Densus (Dentuman Senapan Khusus) 99 memberondongnya dengan ribuan peluru. Cuma satu peluru yang mengenai jidatnya dan ia mati seketika. Selebihnya, ia mati karena tembakan babi buta. Berpuluh-puluh lubang di dada, batok kepala, lubang anus dan kemaluannya. Ini mirip penyiksaan. "Kita harus memenangkan pertarungan. Mereka membahayakan. Mereka membawa bom," kata Kepala Densus 99 Sapari L. Sura.

Sang teroris memang membahayakan. Karena ia suka membunuh ketika musuh lengah atau gembira. Tetapi ia sendiri dan sepi. Tak ada siapa-siapa lagi di sana. Rumah itu kosong setelah ditinggal penghuninya. Densus 99 memaksanya pergi, tetapi tidak untuk sang teroris. Entahlah, ia datang ketika sudah mati atau ia mati setelah semua pergi. Yang pasti, adalah kematiannya, lama penembakannya, tayangan televisinya, dan keberanian atau kepicikan pasukan Densus 99.



Sehari sebelumnya, sang tuan rumah baru saja berbincang dengan televisi dan mengabarkan anaknya sudah lama menghilang. Ia tak mengumbar cerita tentang teroris. Ia masih trauma. Anaknya disangka teroris dan ditangkap yang kini tak tahu di mana rimba. Ia mengeluh. Untuk sebuah nama teroris, semua yang halal menjadi haram. Semua yang baik menjadi buruk. Semua yang benar menjadi salah. Semua yang tak sengaja menjadi penjara. Semua kesalehan disangka modus. Ia berhadapan dengan stigma dan ia memilih mengalah. Tanpa menaruh dendam.

Densus 99 memilih berkhotbah dengan senapan. Ratusan anggotanya dikerahkan. Mengepung menembak, memberondongnya dengan letusan. Semua hancur. Sementara sang teroris berteriak menyerah. Ia tak ingin mati. Tetapi Densus membungkam mulutnya agar ia tak buka suara. Densus memilih ia mati. Jejak teroris yang diminta publik digambar sendiri. Sang teroris dibawa dari mobil ambulans dan dimasukkan ke dalam kantong mayat. Rumah itu kosong. Tak ada penghuninya. Sang tuan rumah dipaksa pergi. Sang teroris bernama Bra. Ia telah mati sejak stasiun televisi belum datang mengambil gambar. Bra, benarkah begitu?

Tiga orang dengan kaca mata gelap lantas membongkar kuburan Bra. Ia menemukan ribuan jahitan batok kepala, dada, perut, kemaluan, punggung, dan anus. "Tapi ini bukan pengantin kita," kata Za, sambil melipat kembali kain kafan Bra. Lubang peluru di jidatnya dibiarkan menganga tanpa jahitan. "Aneh,"pikir Za. Belum juga dikembalikan, mata Bra seperti terbuka dan menatapnya. "Jangan bercanda Bra," Za mulai ketakutan. Ia bawa jasad Bra, dimasukkan mobil dan dibawa ke Solo. Ia dimakamkan bersama dua sahibnya. "Aku bukan Bra," Za mendengar suara tanpa tahu sosoknya. Tapi ia menggali dengan keras dan menguburnya dalam-dalam.

Di Istana, Presiden Sukit melakukan rapat kabinet terbatas. "Anda luar biasa. Kabinet harus diisi oleh orang-orang seperti Anda. Mampu menerjemahkan pernyataan, mampu menjaga pimpinan kepala negara. Anda layak menjadi anggota kabinet saya berikutnya," tutur Presiden Sukit. (si ragil)

Read More......
| 0 komentar ]

Bismillahirrohmanirrohim...
Laailaaha Illa Allah..Muhammad Rasulullah..


"Wahai, taghut-taghut...saksikanlah. Aku tak akan pernah berhenti. Selama Allah memberiku napas, aku tak pernah berhenti merakit bom, membunuh kamu semua, hingga kamu sujud dan memohon ampun kepada Allah dan Rasul-Nya...ini wasiatku kepada seluruh umat muslimin. Jangan pernah menyebut kami teroris. Merekalah yang teroris. Yang membunuh umat Islam yang tak berdosa. Mereka hinakan ibu-ibu, perempuan-perempuan, memperkosanya seperti binatang. Mereka adu domba kaum sunni dan syiah seperti mereka mengadu hewan peliaraan. Mereka menuduh negeri-negeri muslim menyimpan nuklir, padahal merekalah yang membuat senjata pembunuh umat manusia. Mana yang benar: Kami atau mereka. Mana yang benar: Kami atau mereka. Kami yang benar dan merekalah yang salah. Dan mereka akan kalah melawan kami. Karena kami memilih mati. Sedangkan mereka memilih hidup. Mereka takut mati.



Kami tak akan pernah berhenti. Kami akan meneror mereka, negeri-negeri yang menjadi kaki tangan mereka, orang-orang yang menjadi antek mereka, pemimpin-pemimpin negara yang menjadi taghut, dan cecunguk mereka. Kami akan terus merakit bom, membuat bomber-bomber baru dari anak-anak muda yang berani, yang memiliki nurani jihad, yang mengobarkan api kesucian, yang rela mati untuk agamanya. Kami akan selalu menjadi hantu bagi mereka, yang menakut-nakuti hidup mereka, membuat cemas dan was-was. Kami akan selalu hadir d =i mana pun mereka bersmbunyi. Kami akan selalu ada di setiap mereka terjaga. Kami akan selalu hinggap di setiap tanah yang mereka pijak. Mereka sudah terkepung oleh kami. Mereka tak bisa ke mana-mana lagi. Mereka tak bisa bergerak. Mereka tak bisa bersuara. Mereka hanya akan berteriak. Karena kematian akan segera datang dan merampok nyawa mereka.

Wahai, taghut-taghut, penyebar kejahatan dan kemusyrikan. Saksikanlah janji kami. Karena janji ini berasal dari Tuhan kami. Kami akan selalu membuat mereka gelisah dan tak bisa tidur. Kami akan senantias berjalan di urat-urat nadi mereka hingga mereka mengalirkan darah kegetiran hidup. Mereka tak akan bisa lari dari kepungan kami. Kami telah pengaruhi otak mereka dengan api, dengan letusan bom, dan rakitan peluru. Kami sangat dekat. Lebih dekat dari denyut nadi mereka. Tetapi mereka tidak akan pernah tahu. Kami yang mengetahui mereka. Ke mana pun, di mana pun, kami akan mengawasi. Karena kami, adalah hamba Allah yang mengetahui dan mengawasi.

Kematian Ibra di Tema Gung itu bukanlah kematian. Ibra akan hidup. Ia kini di surga. Bersama bidadari. Bersama kehidupan yang kekal: abadi. Kematian mereka hari ini dalah kemenangan di hari nanti. Kami akan mencatatnya untuk kado bulan madu pejuang-pejuang kami, mujahid-mujahid kami. Kematian Ibra dan ikhwan-ikhwannya adalah hadiah terindah untuk kami karena kami akan menjadi lebih kuat dan bertawakal. Kami akan lebih cepat bergerak dan bertindak: untuk lekas-lekas mengebom lagi, membunuhi semua yang menolak kami, memusuhi umat yang kami cintai.

Kami tidak takut dan tak akan pernah ketakutan. Kami akan hidup sekarang dan selamanya. Jasad kami boleh remuk oleh bom rompi. Tetapi itu hakikatnya kami telah melamar kepada Allah, Tuhan kami, bahwa kami ingin tidur sejenak untuk istirahat kami. Allah akan bersama kami. Orang-orang yang berjuang menegakkan agama kami. Inilah janji Allah. Siapa yang membela agama Allah, Allah yang akan menjaganya.

Kami tetap tak pernah akan berhenti. Kami akan selalu datang. Sekarang atau nanti. Waspadalah, karena kami tidak menggertak. Kami pasti akan kembali: membuat kematian panjang, dengan ceceran darah dan jeritan abadi.

wassalamualaikum
Hamba Allah yang Selalu Bertawakal

Mudin

Read More......
| 0 komentar ]


untuk sebuah nama



Kebaikan Tak Akan Merusak
Kemuliaan Tak Akan Membunuh
Untuk temenku: Unesa

Ya, Anda benar. Tapi (menurut saya) kurang tepat. Membangun Unesa tidak hanya membangunnya secara fisik. Membangun peradaban dimulai dari pemikiran. Sejumlah organisasi Islam bahkan mendoktrinkan paradigma ini. Mereka bahkan memilih anak-anak muda, (SMU) terutama di kampus-kampus (mahasiswa), untuk menjadi ujung tombak pemikiran. Begitu anak-anak kampus ini bisa diubah haluan pemikirannya, mereka akan merayakan kemenangannya. "Berikan aku tiga pemuda, dan aku akan mengubah dunia." Itu kutipan kalimat Bung Karno yang fenomenal.

Mengapa dengan diskusi khilafah? "Ya, gerakan khilafah terjadi di kampus-kampus. Pesta pora terjadi di sana. Mereka, anak-anak mahasiswa, itu menjadi sasaran utamanya untuk meneruskan perjuangan hingga ke anak-cucunya kelak."

Mengapa penting? Jangan sampai Unesa ambruk oleh satu tangan yang berlumuran darah bom, jihad ngawur, mati syahid yang salah arah hanya ingin ketemu bidadari di surga (baca http://www.fiksinews.blogspot.com/ dan Anda akan menemukan sebuah satir atas detik-detik dua pengebom). Popularitas Unesa yang dibangun puluhan tahun, oleh sebuah kelatenan, kecerdasan, keindahan laku, hancur berantakan ketika satu saja mahasiswa nekat menjadi "syahid??" di hotel Plaza Tunjungan. Indikasi ke arah itu ada dan jumlahnya (mungkin) banyak.

Jadi, apa urgensinya? Urgensinya adalah memberikan pilihan pola pikir, paradigma, analisis, membuka wawasan, membuka cakrawala pandangan, tidak tertutup pada satu gagasan apalagi gagasan (dan ajaran) yang diajarkan secara manipulatif. Kampus tempat olah pikir, bukan dogma apalagi doktrin. Lembaga-lembaga dakwah kampus kerap menerapkan dogma juga doktrin. Termasuk di Unesa. Kolaborasi dengan alumni LDK, mereka menciptakan sebuah gerakan anti-toghut. Sebuah gerakan yang sama sekali tidak masuk SKS, tidak diketahui dosen (secara detail termasuk rektor, arahnya, tujuannya, ghirohnya, dll), tidak masuk kurikulum, dan di luar jadwal "mainstrem" perkuliahan. Tetapi, gerakan ini bisa meyedot habis energi mahasiswa.

Ya, saya setuju membangun Unesa. Bagaimana caranya? Buka mata mahasiswa dan katakan jangan jadi syahid dengan meledakkan diri. Banyak cara untuk mencari pahala (bahkan ketika kita sudah mati), membangun peradaban, membangun kemaslahatan, menyerang negeri tiran, mengutuk kebiadab Israel, mengajari Amerika untuk tunduk dan patuh pada ketiak negeri-negeri Islam. Tidak dengan cara mengebom, membunuh kehidupan, menutupi kebiadaban dengan dalih ajaran agama.

Ingatlah para pengebom di Marriot dan Ritz Carlton itu anak-anak baru saja sunat. Mereka belum "baligh" untuk mengerti apa itu Islam dan bagaimana menjadi Islam yang sebenarnya. Mereka hanya tahu dan baru tahu tentang doktrin biadadri di surga yang cantik jelita. Surga yang dijanjikan sang pembasi kehidupan yang seolah menentukan kematian setiap kehidupan dan yang menentukan seseorang kafir dan jahat, tanpa mata terbuka, tanpa hati bicara. Mereka mengagungkan Al Quran sebagai penentu kematian bukan Al Quran sebagai rahmat. Mereka mendirikan shalat untuk meruntuhkan peri kemanusiaan bukan mendirikan shalat untuk tegaknya kemanusiaan. Mereka datang dengan sopan untuk menggetarkan bumi agar kematian terus datang; tak peduli perihnya luka, pedihnya patah, remuknya tulang belulang, dan hancurnya masa depan. Mereka memelihara jenggot agar seperti jenggot Nabi untuk menyamar bahwa mereka orang-orang baik, seperti Nabi juga mengajarkan kebaikan. Tetapi, kebaikan yang disebarkan di bumi ini menimbulkan kegoncangan.

Ayo membangun Unesa dengan kesantunan. Santun memelihara diri dari perilaku tak terpuji, menyakiti, membunuh, menebar kebencian, meluaskan teror, menjadi piaraan orang-orang yang mengaku ulama besar dan mahamulia dengan janji syahid demi tegaknya khilafah, bukan demi tegaknya rahmatan lil alamin, bukan demi tegaknya Islam, bukan demi tegaknya kemuliaan, bukan demi tegaknya peradaban agama yang damai, bukan agama yang menebar teror, ayat-ayat samawi (diterjemahkan) yang kotor dan menghinakan.

Ya, (mungkin) bisa jadi, doktrin hari ini, para penebar teror dikutuk. suara saat mereka dipuji dan diagungkan seperti malaikat. Tetapi Nabi memilih perjuangan dengan cara yang mulia. Nabi juga membunuh dan mengajari umatnya membunuh tetapi di medan perang. Nabi juga nyaris terbunuh, karena pasukannya bermewah-mewahan merampas harta kekayaan lawan. Bahkan Nabi marah bila umatnya mematikan yang hidup tanpa alasan: walaupun ia orang kafir yang memusuhi kita.

Hei, mahasiswa, temen-temen di Unesa, ayo kita bangun Unesa, bukan menguburnya dalam perangkap dogma. Ayo bangkit dan sebarkan ilmumu untuk mendidik anak-anak negeri ini dengan tidak makan tempe dari kedelai Amerika, tidak makan indomie dari gandum Amerika, tidak membeli celana jins dari bahan yang diimpor dari Amerika, tidak membeli Coca Cola dari Amerika, dan tidak menggunakan telepon genggam, satelit yang komponenenya diimpor dari Israel..(Tahukah Anda ketika Anda menonton televisi dan menggunakan seluler, Anda telah menyubang Israel untuk memperbaruhi peralatan senjatanya untuk 15 tahun lagi untuk membungkam Hamas dan Menyetop jantung setiap penduduk Palestina hingga mereka "hidup"di alam akhirat, dengan bergelimpangan bersimbah darah, diiringi teriakan, dengan dentuan senapan, ledakan bom, dan nyiung rudal.

Jika khilafah itu baik dan mulia, mengapa kita hentikan membangun peradaban dengan khilafah, karena ia akan mengajarkan kebaikan dan kemuliaan. Karena kebaikan tidak akan pernah merusak dan kemuliaan tidak akan pernah membunuh.

salam
/hb

Read More......
| 0 komentar ]





























Read More......
| 0 komentar ]

Josephin Kennedy

Namanya memang asing di telinga kita, orang-orang Indokita. Tubuhnya pendek, kumisnya mirip aktor Barat. Tetapi ia punya senyum khas negeri ini. Deretan giginya putih bersih bak kapas. Senyum itu pula yang ditunjukkan ketika ia mengaku kalah dari pesaingnya dalam perebutan tampuk kekuasaan. Sementara sang pemenang duduk diam dengan bibir terkatup seperti mayat yang beku. Namanya memang asing di telinga kita karena nama itu memang bukan nama marga suku-suku di negeri ini. Nama itu diimpor dari keyakinan agamanya. Tetapi, ia orang pribumi. Lahir dan besar di sini.

Turun temurun dari kerajaan-kerajaan pertiwi. Ia mewarisi karier ayahnya sebagai saudagar hebat. Sekali pergi merantau, ia pulang dengan sambutan bak pahlawan kemenangan. Padahal ia baru saja dikalahkan. Namun ia tak pernah menjadi pecundang. Ia selalu menang. Setidaknya untuk dirinya, untuk keluarganya, untuk rakyat yang dicintainya. Karena pengabdian bukan hanya dominasi para pemenang. Orang-orang dengan senyum lebar dan hati bersih putih seperti kapaslah yang bisa membahagiakan orang lain: rakyat yang dicintainya. Ia mencintai rakyatnya. Ia bertafakur untuk kecintaanya. Ia berjuang untuk istiqomah.

Yaa, namanya memang asing di telinga kita. Kalau ada yang sudah mengenalnya itu karena mereka beragama yang sama dengannya. Bicaranya lugas, jujur, dan spontan. Ia menyelesaikan masalah hampir dengan tanpa persoalan. Ia merencanakan program bukan dengan kekuatan uang. Ia memilih anak buah dengan kejujuran ucapan. MoU yang dia bangun hanyalah kepercayaan. Ia selalu mengambil tanggung jawab atas segala hal dan ia selesaikan dengan gayanya yang jenaka. Tak ada kegentingan dala, kamus hidupnya. Yang ada hanyalah tantangan. Semuanya dianggap mudah. Semudah ia tersenyum di pagi, siang, sore dan malam hari. Ia senantiasa tersenyum, meski berhadapan dengan orang yang memusuhinya. Hanya dengan senyum ia bisa memenangkan pertarungan. Karena ia percaya, senyum yang keluar dari hati yang tulus bisa menjadi senjata yang paling ampuh. Karena ia tahu, sering kali orang tersenyum bahkan tertawa untuk menghina dan meremehkan. Mereka-mereka itu sebenarnya ingin menistakan dirinya dan juga orang-orang yang dipimpinnya.

Ya, memang namanya asing bagi telinga kita. apalagi untuk kita yang diam di bawah nama-nama suku dan marga. Namanya diimpor dari nama para Nabi dan Rasul, dari keyakinan agama yang dianutnya. Tetapi ia mengaku bangga. Karena banyak dari kita juga memilih keyakinan yang sama dengannya. Keyakinan yang mengajarkan kejujuran dan belas kasihan. Keyakinan agama yang mengajarkan perdamaian dan berlomba-lomba menuju kebaikan. Ia berasal dari kultur yang berbeda tetapi ia bisa menyatukanya dengan senyuman. Tanpa gejolak, tanpa konflik, tanpa persoalan. Ia datang dari keluarga yang taat tetapi kaya. Kebanyakan dari kita memang taat beragama tetapi selalu miskin. Ia tahu, ketaatan tidak harus identik dengan kemiskinan. Karena kemiskinan lebih dekat kepada kekufuran. Orang-orang yang mati dengan kekufuran adalah seburuk-buruk kematian.

Namanya Josephin Kennedy. Orang sering memanggilnya JK. Ya, Pak JK. Ia pernah ikut berkompetisi dalam meraih kekuasaan yang lebih tinggi. Awalnya ia tak tertarik. Baginya, di mana saja bisa beramal bakti. Tetapi ia melihat kekuasaan ini telah diselewengkan untuk kekuasaan semata-mata. Kekuasaan untuk memoles citra dan kesomobongan. Ia kemudian bersujud di masjid untuk memantapkan hati dengan berdoa. Lantas, hatinya tergerak. Kesombongan adalah perbuatan yang paling dikutuk oleh Tuhan.

Firaun adalah penguasa yang sombong. Dengan kekayaan dan popularitasnya ia kemudian menyebut dirinya Tuhan. Akhirnya Pak JK mantab. Ia tak ingin merebut kekuasaan. Tetapi ia hanya ingin meruntuhkan mengingatkan kesombongan penguasa. Ia hanya ingin seperti Nabi Musa. Ia kecil. Ia tak memiliki apa-apa. Ia hanya bermodalkan keyakinan. Ia mendatangi Firaun dan mengatakan bahwa Anda Firaun bukanlah Tuhan. Betul anda berkuasa dan punya segalanya. Tetapi, engkau tidak bisa menciptakan dirimu sendiri, menciptakan langit dan alam semesta ini. Engkau cuma manusia biasa seperti kita. Tidak pantas sombong dan suka menepuk dada.

Ya, pada akhirnya Pak JK tak mampu mengalahkan kekuasaan dan keperkasaan sang penguasa. Tetapi, ia tetap mendapatkan sambutan luar biasa. Ia tetaplah pahlawan untuk kita semua. Ia mengajarkan kepada kita untuk tidak takut pada siapa saja, asalkan kita benar dan tulus ikhlas menyamapikan kebenaran itu. Ia mendidik kita untuk berani mengambil risiko, mengambil asemua tanggung jawab atas perebuatan yang kita lakukan, meskipun dengan risiko kematian dan kehilangan jabatan.

Selamat Pak JK. anda memang layak mendapat bintang. ( si ragil)

Read More......