Bra
| 0 komentar ]

Seorang teroris ditangkap setelah Densus (Dentuman Senapan Khusus) 99 memberondongnya dengan ribuan peluru. Cuma satu peluru yang mengenai jidatnya dan ia mati seketika. Selebihnya, ia mati karena tembakan babi buta. Berpuluh-puluh lubang di dada, batok kepala, lubang anus dan kemaluannya. Ini mirip penyiksaan. "Kita harus memenangkan pertarungan. Mereka membahayakan. Mereka membawa bom," kata Kepala Densus 99 Sapari L. Sura.

Sang teroris memang membahayakan. Karena ia suka membunuh ketika musuh lengah atau gembira. Tetapi ia sendiri dan sepi. Tak ada siapa-siapa lagi di sana. Rumah itu kosong setelah ditinggal penghuninya. Densus 99 memaksanya pergi, tetapi tidak untuk sang teroris. Entahlah, ia datang ketika sudah mati atau ia mati setelah semua pergi. Yang pasti, adalah kematiannya, lama penembakannya, tayangan televisinya, dan keberanian atau kepicikan pasukan Densus 99.



Sehari sebelumnya, sang tuan rumah baru saja berbincang dengan televisi dan mengabarkan anaknya sudah lama menghilang. Ia tak mengumbar cerita tentang teroris. Ia masih trauma. Anaknya disangka teroris dan ditangkap yang kini tak tahu di mana rimba. Ia mengeluh. Untuk sebuah nama teroris, semua yang halal menjadi haram. Semua yang baik menjadi buruk. Semua yang benar menjadi salah. Semua yang tak sengaja menjadi penjara. Semua kesalehan disangka modus. Ia berhadapan dengan stigma dan ia memilih mengalah. Tanpa menaruh dendam.

Densus 99 memilih berkhotbah dengan senapan. Ratusan anggotanya dikerahkan. Mengepung menembak, memberondongnya dengan letusan. Semua hancur. Sementara sang teroris berteriak menyerah. Ia tak ingin mati. Tetapi Densus membungkam mulutnya agar ia tak buka suara. Densus memilih ia mati. Jejak teroris yang diminta publik digambar sendiri. Sang teroris dibawa dari mobil ambulans dan dimasukkan ke dalam kantong mayat. Rumah itu kosong. Tak ada penghuninya. Sang tuan rumah dipaksa pergi. Sang teroris bernama Bra. Ia telah mati sejak stasiun televisi belum datang mengambil gambar. Bra, benarkah begitu?

Tiga orang dengan kaca mata gelap lantas membongkar kuburan Bra. Ia menemukan ribuan jahitan batok kepala, dada, perut, kemaluan, punggung, dan anus. "Tapi ini bukan pengantin kita," kata Za, sambil melipat kembali kain kafan Bra. Lubang peluru di jidatnya dibiarkan menganga tanpa jahitan. "Aneh,"pikir Za. Belum juga dikembalikan, mata Bra seperti terbuka dan menatapnya. "Jangan bercanda Bra," Za mulai ketakutan. Ia bawa jasad Bra, dimasukkan mobil dan dibawa ke Solo. Ia dimakamkan bersama dua sahibnya. "Aku bukan Bra," Za mendengar suara tanpa tahu sosoknya. Tapi ia menggali dengan keras dan menguburnya dalam-dalam.

Di Istana, Presiden Sukit melakukan rapat kabinet terbatas. "Anda luar biasa. Kabinet harus diisi oleh orang-orang seperti Anda. Mampu menerjemahkan pernyataan, mampu menjaga pimpinan kepala negara. Anda layak menjadi anggota kabinet saya berikutnya," tutur Presiden Sukit. (si ragil)

0 komentar

Posting Komentar