| 0 komentar ]



APAKAH ini firasat? Entahlah. Sepekan sebelum bom menyalak di JW Marriot Hotel dan Riz Carlton Hotel, Jumat, 17 Juli 2009, pukul 7.45, jiwaku seolah bimbang. Perasaanku terhadap kematian begitu bergelayut. Satu dua hari aku bahkan tak bisa tidur. Alam bawah sadarku terus membawaku ke arah alam setelah kematian itu datang. Aku menduga, apakah aku yang akan dijemput malaikat maut untuk menghadap Sang Khalik. "Aku takut mati karena aku belum bawa bekal kematian ini," bisikku pelan kepada isteri, persis dini hari, setelah aku pulang kantor, di ruang depan.

Mati. Begitu banyak orang mati. Begitu cepat kematian datang, tak terduga, tiba-tiba, dan mengagetkan. Kematian bisa datang tanpa kita undang. Di mana pun kematian bisa terjadi. Presiden bisa mati, Menteri juga bisa menemui ajalnya. Wartawan, pedagang, pengusaha kaya, pengusaha miskin, orang kaya-orang miskin, tua-muda, nenek-nenek, kakek, koruptor, politisi, anggota KPU, Bawaslu, ayah-ibu, adik, kakak, saudara, kerabat, perampok, penjudi, ustad, alim ulama, cerdik pandai, orang-orang bodoh, preman, gelandangan, sopor angkot, atau pemulung, semuanya bisa mati: tiba-tiba tanpa diduga sebelumnya.

Aku katakan pada isteriku: ternyata sesuatu yang tidak pasti sejatinya adalah sebuah kepastian. Kematian itu tidak pasti datangnya, tetapi ia pasti datang. Kematian adalah sebuah kepastian. Siapa pun akan mati. Siapa pun akan merasakannya: berat, ringat, kasar, lembut, dengan mulia, atau dipermalukan, tersiksa atau teraniaya. Semua yang hidup akan mati. Kematian sesuatu yang tidak pasti datangnya, tidak pasti waktunya, tidak pasti kejadiannya, tetapi ia pasti akan tiba.

Setelah kematian itu datang, lantas apa? Yang calon presiden akan selesai saat kuburan mendekapnya. Milayaran rupiah uang dipakai untuk meraih kemenangan pilpres. Jika sudah menang, lalu mati, lantas, untuk apa kemenangan itu. Apakah kemenangan itu akan dibawa ketika ia mati. Tidak. Sama sekali tidak. Kematian itu tidak menyertakan apa pun. Orang mati tidak membawa apapun kecuali amal baiknya, kecuali dosa-dosanya. Selembar kain kafan hanya mengantar jasad kita, tak lebih tak kurang. Ketika tanah menindih dan cacing melumat apa yang bisa kita perbuat. Meski orang itu sebelumnya presiden, menteri, panglima, preman, penguasa, pengusaha kaya, bisakah membela diri dari kematian. Untuk membawa jasadnya sendiri ke pekuburan saja, mereka tak bisa.

Ya, inilah yang selalu ada dalam benakku. Setelah kematian, lalu apa? Jutaan bahkan milyaran tahun lalu, kematian itu tidak mengubah apa-apa. Orang yang telah mati jutaan bahkan milyaran tahun lalu sampai sekarang tetap saja mati, di dalam tanah. Ia tidak dan belum hidup lagi. Dunia belum kiamat. Alam akhirat belum datang: belum ada kehidupan surga juga neraka. Semua masih dalah kematian. Aku kadang berpikir, mengapa pikiranku jadi begini. Mengapa aku bertanya tentang alam setelah kematian. Mengapa aku seolah tak percaya tentang alam setelah mati. Mengapa aku mengikuti pola pikir orang-oran barat yang tak percaya alam setelah mati. Ah, mengapa pikiranku jadi ngelantur. Aku muslim. Astaghfirullah, ampuni aku ya Allah.

Kegelisahaanku ini kuceritakan ke isteriku. Isteriku yang orang pondok Langitan menjawabnya dengan bahasa agama yang sejuk. Kematian itu pasti datangnya. KIta semua tak akan membawa apa pun kecuali kain kafan. Setelah kematian itu kita semua akan memasuki alam akhirat, alam barzah. Di sanalah amal dan dosa kita dipertanggungjawabkan. Hingga menunggu kiamat tiba, kita, orang-orang yang telah mati, akan merasakan azab kubur. Yang baik diberi kebaikan oleh malaikat. Yang jelek perilakunya di dunia, mulai di alam kubur, mereka akan mendapatkan siksa.

Ya, saya mengimani rukun Iman, yang salah satunya percaya kepada hari akhir. Aku mengimani dan aku menjadi muslim dengan Iman itu. Aku percaya bahwa kematian akan datang. Setelah itu, kematian akan membawa kita ke alam akhirat.

Jumat dini hari aku bercerita, pagi aku mendengar RCTI mengumumkan ledakan bom di Marriot dan Ritz Carlton. Bom dan kematian begitu dekat. Ketika bom menyalak kematian serta merta hadir: 9 orang tewas dan 55 orang terluka.

Kematian itu begitu dekat
datang tiba-tiba


habe arifin
jakarta, 20 Juli 2009

0 komentar

Posting Komentar