| 0 komentar ]

Cerita ini datang ketika aku sedang khusyuk mendatangi kurma yang tergeletak di meja puasa. Bedug maghrib sebentar tiba dan kegembiraan menjadi suka cita. Melepas dahaga seharian: puas sudah. Usai shalat dan beri’tikaf, menyantap lahap sepiring pecak ayam, aku duduk dengan takzim sambil mendengarkan khotbah para pencari tuhan.
“Kita ditawari proyek bubarkan KPK. Dananya unlimited. Nggak ada batasnya Bang,” seorang temanku datang dengan bersungut.
“Gila, dari siapa?”



“Ya koruptor lah. Siapa lagi. Tuh orang-orang yang punya trilyunan uang di bank.”
“Loe mau nggak?”
“Gila. Gw memang bobrok, tapi masihlah punya idealism. KPK produk reformasi. Kita dulu yang dorong. Masak kita juga yang ikut ngancurin. Gw nggak kayak gitu deh.”
“Tapi gimana ceritanya loe ditawarin begitu.”
“Ada lima orang kawan kita diminta datang di hotel mewah. Gw pikir ada apaan. Katanya sih proyek bagus. Cincai-cincai kita adu antar koruptor, kan gak apa-apa. Tapi rupanya mereka duduk satu meja, bersatu. Wah, ada apa nih. Eh ternyata mereka nawarin proyek bubarkan KPK. Mereka bilang, bikin aja acara apa saja, mau diskusi kek, demo kek, tulis narasumber siapa pun, pokoknya intinya kritik KPK, tumbangkan KPK. Bikin masyarakat sebal sama KPK dan bikin agar public seakan-akan mengingikan pembubaran KPK. Tugas kita pengaruhi media, pengaruhi opini masyarakat, galang opini public. Mereka udah telanjur sebal sama KPK. Duit gede. Mereka siap gelontorin berapa pun biayanya. tak terbatas. Loe minta, langsung dibawain.”
“Bener nih cerita loe.”
“Bener Bang. Demi deh!!”
“Siapa saja yang datang waktu.”
“Kawan kita juga lah..satu geng”
“Terus, siapa yang terima proyek ini.”
“Kita nggak terima. Tapi kelihatannya ada kawan-kawan lain yang terima. Kita ngomng ke mereka kita nggak ikutan proyek ini. Kita berada di pihak KPK, di pihak rakyat. Rupanya mereka order ke orang lain. Namanya oknum. Biasa Bang, aparat kita juga. Namanya Jupri. “
“Jupri tukang bor itu.”
“Ya. Dia memang main di dua kaki. Ngebor sana, ngebor sini.”
“Pantes dia nggak kena. Harusnya kemarin dia tersangka dan masuk bui tuh.”
“Kasusnya memang tawar-menawar. Si tukang ledeng kayaknya ingin bebas. Berkasnya nggak pernah sampai ke pengadilan. Nah, dia buka kasus. Gw yakin dia bebas. Dakwaannya tak terbukti. Nggak ada barang bukti materiil dia terlibat pembunuhan Saritem, hostes blok M itu.”
“Ada orang lain nggak yang ikut mendukung proyek ini.”
“Pasti ada. Lho kan ponakannya dibui juga, kan. Gara-gara kasus korupsi.”
“Orang partai ada nggak.”
“Ada lah bank. Dia yang nyumbang waktu kampanyee. Sekarang kan banknya lagi bermasalah. Itu kan uang rakyat. Uang nasabah kita. Uang petani miskin di desa yang disimpan dengan susah payah. Uang buruh yang disimpan di bank dan dibuat bayar preminya. Ujung-ujungnya ini penggalangan dana kampanye juga sih..sekarang mereka nagih janji.”
“Jadi, KPK bisa bubar dong.”
“Ya bisa kalau kita kalah kuat.”
“KPK nya bersih beneran nggak sih.”
“Sejauh ini sih mereka nggak kena tuh. Tukang ledeng doing yang kayaknya dapat aliran. Pokoknya masuklah barang itu.’
“Jadi, kita mesti geber dong.”
“Ya kalau kita diam, sama saja bohonglah. Kita meski bergerak. Loe muat aja berita gw. “
“Ya deh!!”

Paijo Sukarman datang dengan berdegub. “Cak, wedus ireng ngamuk.”
“Sopo, Jo!!”
“Sopo maneh nek gak wedus gembel iku.”
“Poso-poso rek ojok nuduh. Wes buko ta”
“Dorong Cak.”
“Buko dhisek. Lha iki ada kolak Malaysia. Harganya murah tapi bikin orang lain marah..hehee..” (si ragil)


0 komentar

Posting Komentar