| 0 komentar ]

Bli fajar
SBH vs SBY

Tahun kelinci sekarang ini ditandai oleh dua revolusi sosial, yaitu di Tunisia dan di Mesir. Inilah tahun ketika rakyat menggulingkan rezim penguasa dan merebut kekuasaannya. Indonesia pada 1998 lebih dulu mengalaminya.

Presiden Soeharto (S), Presiden Tunisa Bin Ali (B), dan Husni Mubarak (H) disingkat SBH memiliki cerita revolusi yg hampir sama. Tiga negara ini dipimpin oleh rezim otoriter yang berkuasa lebih 30 tahun. Kebebasan rakyat untuk berserikat dan berkumpul menyampaikan pikiran dan tulisan dibatasi. Pers dibelenggu. Harga pangan dan minyak yang tak terbeli. Inflasi menggila. Kemiskinan menjadi kata kunci keresahan dan biang kerok kerusuhan. Semua kegalauan ini diperparah oleh korupsi yang merajalela, KKN yang naudhubillah, dan rusaknya mental dan kejujuran elite penguasa.

Revolusi sosial pun terjadi. Bin Ali hengkang dan melarikan diri. Soeharto bertekuk lutut dan menyerahkan kekuasaanya. Tinggal Husni Mubarak yang sedang berdiskusi dengan sekutunya Amerika sebelum lengser. SBH lengser, rakyat menentukan sendiri perubahannya.

Bagaimana dengan Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono)? Mari kita bandingkan kondisinya. Indonesia di era SBY mulai mengarah persis seperti Tunisia dan Mesir. Indonesia hampir pasti mengalami kriris pangan dan energi. Sebentar lagi harga minyak akan naik tinggi. Negara mensubsidi terlalu besar kebutuhan pangan dan energi ini sehingga keuangan negara nyaris ambrol karena utang sangat tinggi bahkan tertinggi sejak Tahun 2000 lalu. Inflasi naik menjadi 6,3% naik tinggi dari target pemerintah 5,3%.

Korupsi juga menggila. Hampir seluruh pilar demokrasi terlilit korupsi, eksekutif, yudikatif, legislatif, bahkan masuk ke industri pers. Korupsi tali temali dan saling berkelindan.

Kekuasaan mulai menunjukkan arah ke otoriter. Kritik dianggap melawan, menyampaikan aspirasi dianggap membodohi kekuasaan. Kebebasan pers perlahan-lahan tercerabut karena pers dikontrol oleh pemilik yang diduga korup. Jejaring sosial pun mulai dibungkam dengan berbagai pernyataan bahayanya facebook dan tweeter.

Melihat kondisi ini, Forum Rektor menyebutnya sebagai negara yang akan menuju sebagai negara gagal. Indonesia berada diperingkat 61 dari 170 negara yang termasuk dalam indeks negara gagal 2010. Indonesia jika tetap tak diperbaiki akan senasib dengan Somalia.

Penduduk yang besar, kesenjangan yang tinggi, pelayanan publik yang tak terurus, dan proses delegitimasi yang terus terjadi. Terdapat 157 kelapa daerah yang saat ini dihukum, bahkan satu di antaranya dilantik dalam status terpidana. Juga perpecahan elite politik dan penguasa. Semua proses ini menuju kepada kondisi negara yang gagal.

Semua telah mengingatkan karena kita tak ingin jadi negara gagal. Tinggal apakah SBY mau menghentikan proses menuju kegagalan negara ini atau sebaliknya malah mendorongnya. SBY bisa bernasib sama dengan SBH jika tetap acuh dan abai atas semua fakta dan membiarkan rakyat miskin dan ternista sementara elite dan penguasa tetap korup dan berperilaku bermewah-mewahan.

Belajar dari SBH, kita berharap SBY mau mendengar dan memperbaiki keadaan. (***)

0 komentar

Posting Komentar