| 0 komentar ]




Poligami Politik Pak Lurah

Isu poligami juga mengilhami Pak Lurah untuk memutuskan perkara. Ia memakai strategi poligami bukan tanpa tujuan. Baginya strategi poligami bisa membawa dirinya tetap selamat, dijauhkan dari segala hujatan dan caci maki warganya.

Terbetiklah kisah di kampong Pak Lurah. Dua pejabat dimasukkan penjara. Rupanya kasusnya direkayasa. Polisi pamong praja menuduhkan pasal pemerasan kepada keduanya. Padahal, tak secuil pun mereka menerima uang apalagi bertemu dengan para koruptornya. Tentu saja warga marah. Warga menuntut Pak Lurah bicara, membela dua pimpinan yang telanjur dianiaya. Tuntutan semakin membesar hampir-hampir warga melakukan revolusi sosial.

Karena tak tahan dihujat dan dimaki-maki warganya, Pak Lurah mulai menerapkan strategi poligaminya. Ia membentuk tim investigasi kasus rekayasa pimpinan lembaga pemberantasan korupsi kelurahan (LPKK). Setelah tim dibentuk, Pak Lurah makin tersudut. Temuan LPKK tak diindahkan kepolisian pamong praja dan kejaksaan kelurahan. Laporan pun diberikan kepada Pak Lurah. Intinya meminta Pak Lurah bertindak tegas melakukan membebaskan kedua pimpinan LPKK dan mereformasi pejabat di kepolisian pamong praja dan kejaksaan kelurahan.

Ketidakpuasan warga makin merajalela. Kali ini warga sudah mulai mengusik kepribadian dan karakter Pak Lurah yang lamban, lelet, tidak mengerti, cenderung bodoh tapi sok pinter, terlalu hati-hati tapi tidak tahu untuk apa hati-hati, dan lari dari tanggung jawab, melemparkan persoalan kepada orang lain. Pak Lurah makin gerah karena tudingan warga terus berlanjut dari hari ke minggu dari minggu ke bulan. Pak Lurah tak bisa melakukan apa-apa selain menunggu dan menunggu. Entah apa yang ditunguu dan untuk apa, untuk siapa, ia menunggu.

Sampai akhirnya ia harus termakan oleh janjinya sendiri. Ia akan menyampaikan sikapnya hari Senin ini. Mejelang Senin, ia memanggil tim investigasi. Ia meminta laporan resminya. Esoknya hasil laporan tim investigasi dikonsultasikan kepada dua petinggi kepolisian pamong praja dan kejaksaan kelurahan untuk dibahas dan dikaji. Tentu saja hal-hal yang menyangkut reformasi kedua lembaga itu tak digubrisnya. Juga tentag pembebasan pimpinan LPKK. Kedua petinggi itu menolak tunduk pada hasil tim investigasi. Pak Lurah manggut-manggut.

Ia pun mencari ”isteri” lagi untuk dijadikan tameng. Ia pun memanggil dua ketua mahkamah kelurahan untuk dimintai pendapat. ”Jadi bagaimana dipenjara atau dilepas,” kata Pak Lurah. Dua ketua mahkamah pun memberikan argumennya.

Tak puas, esoknya Pak Lurah mencari ”isteri” kembali. Dua petinggi LPKK yang menjadi korban pun dipanggil ke antor kelurahan. Dia pun diajak berunding. Pembicaraan dilakukan tanpa transparansi dan mencimulkan kecurigaan di mata publik. Maklum dua petinggi ini bakal ditekan dan diintervensi jiwanya.

Isteri-isteri lain pun dikencaninya, serpti para ahli hukum dan paktisi hukum. Mereka dimintai pendapat atau disuruh melegitimasi keputusan, tidak ada yang tahu. Yang pasti Pak Lurah mengencani semua ’isteri”nya dengan gusar.

Begitu hari Senin tiba, Pak Lurah masih mengulur waktu. Pagi hari ia kumpulkan seluruh ”isterinya” di sebuah forum resmi. ”Jadi, bagaimana, dilepas atau tidak.” Pak Lurah melanjutkan. ”Kalau warga masih tetap marah, saya bisa mengatakan, keputusan itu hasil sumbangan pemikiran semua pihak lho. Bukan Cuma saya yang memutuskan. Kalian semua harus jadi tameng saya.”

Semua ”isteri” Pak Lurah harus menjadi bamper dan tameng keputusan penting itu. Kalau warga tak puas, bukan salah Pak Lurah seorang. Semua pihak yang telah dipanggil dan dimintai pendapat turut menanggung akibatnya. Pak Lurah Cuma menyampaikannya saja. ”Jadi, beginilah poligami politik itu. Saya nikmati kepuasannya, Anda semua menikmati risikonya hehehe...” Pak Lurah terkekeh..kekeh..!!!(www.fiksinews.com//habe//231109)











0 komentar

Posting Komentar