| 0 komentar ]


Puisi ini memberi gambaran penting bagaimana pemerintahan SBY-Boediono harus menjalankan roda pemerintahannya.


merah putih...hitam

anak itu datang dengan tangis memilukan
ia menatap kibaran merah putih di bawah terik matahari
ketika semua mata menyaksikan pelantikan presiden lama

"di mana ayahku, di mana ibuku."

air matanya telah kering
mukanya biru hitam seperti kapas tercelup comberan
telinganya pekak, karena tembok rumah orang kaya menindihnya
ketika ia sedang tidur siang di emperan pagar
saat kiamat gempa menghunus senja kala

"di mana ayahku, di mana ibuku

sumpah aku tak tahu anak itu meronta-ronta di kibaran merah putih
ketika hitam tiba-tiba mengantarkannya menjadi yatim piatu

jangan paksa aku mengetahuinya
atau mengenalinya karena aku sedang pesta

"pergilah nak, aku tidak tahu ayah-ibumu. mungkin sudah mati tertimbun batu atau hancur dimakan cacing. bukankah gempa sudah lama terjadi dan kau tak pernah memintaku menemukan ayah ibumu. "

"Ah kau, nak. mengapa kau tetap tak mendengarkan omonganku. Pergilah dan jangan bertanya kepadaku karena aku sedang banyak tamu. Mereka menyalamiku, menyampaikan ucapan selamat kepadaku. Jadi jangan kau menggangguku. "

anak itu tetap tak mendengar karena gendang telinganya retak
ia datang dengan kaleng roti kosong yang dikalungkan di lehernya yang kurus
wajahnya hitam luka dan sorot matanya tajam seperti elang

anak itu menghardikku
"di mana ayahku, di mana ibuku. ayah yang melindungiku, ibu yang menyayangiku. mengapa mereka tiada ketika aku membutuhkannya. mengapa kau diam saja dan malah berpesta pora. kau tega membuatku menangis hingga air mataku habis."

anak itu berlari dan menjauh
merah putih...hitam

jakarta, 20 oktober 2009
hb arifin

0 komentar

Posting Komentar