| 0 komentar ]

Obama Kunjungi Indonesia

Pesawat kepresidenan negara adi daya Amerika Serikat setengah berbisik ketika mendarat di Bandar Udara Halim Perdana Kusumah. Sisanya sebuah keheningan karpet biru menuju cadilac paling aman dan tercanggih di dunia. Obama mengintip dari jendela.

Presiden dan seluruh anggota cabinet membungkuk berbaris seperti rakyatnya mengantre minyak tanah. Di baris kiri berdesakan isteri menteri kabinet seolah antrean BLT. Beberapa di antara mereka membawa buah rambutan Binjai. Sesuatu yang tak lazim, tetapi diloloskan paspampres. “sekadar mengingatkan masa kanak-kanak sang presiden.” Mereka menanti sang tamu agung menginjakkan kakinya kembali di bumi Pertiwi.

Pesawat Obama berdiri pongah sendirian tanpa asap. Seluruh Halim dibersihkan dari semua pesawat jangkrik. Hanya beberapa F-16 tanpa baut yang belingsatan di pojok kiri kanan Halim. Semua pesawat bisu seperti kehabisan avtur. Belasan Apache dan Puma ikut begadang, juga dalam semedi. Kawanan sukhoi yang awalnya ikut bersiaga serta merta diusir lima belas menit menjelang pesawat presiden menukik.

Satu-satunya yang berisik sekitar lima puluh pasukan khusus pengaman presiden berpakaian jas safari musim gugur warna gelap. Sorot matanya tajam seperti elang. Paspampres berdiri kokoh di tepi karpet biru, di sela barisan presiden dan kabinetya.

Ratusan tentara tinggi besar berpakaian militer antivirus flu burung dan antidemam berdarah telah sigap di hampir setiap inci area Halim. Senjata superlengkap digenggamnya. Di luar Halim dalam radius dua kilometer, ribuan baret merah mengokang senjata dalam posisi siap tembak. Ribuan polisi berikut anjingnya berjaga di setiap kawat berduri yang terbentang melingkari Halim. Jalanan menuju Istana diberlakukan car free day, meski bukan hari minggu di akhir bulan. Setiap lima meter polisi lalu lintas berselang seling dengan Brimob berdiri hormat sambil menempatkan lima jarinya di pelipis.

Lima kamera Reuters dan CNN merangsek masuk ke bibir karpet menebarkan cahaya kilat. Mereka berangkat dari Washingston. Ratusan kamera pers local termasuk Al Jazeera hanya nangkring di balkon. Mereka saling bersedesak dengan kamera tele.

Obama berdiri di tangga pesawat. Giginya putih dibungkus senyum. Tangan kanannya melambai, menepis-nepis polusi. Tangan kirinya menggenggam Michell. Tiga detik kemudian tiga pesawat mata-mata meluncur dari dua kapal induk yang berjangkar di selat Sunda melintas dalam jarak dekat di atas Halim. Disusul suara dentuman yang disebar sebelas F-16. Obama masih berdiri di tangga, dengan sumringah. Presiden dan panglima sempat saling pandang. Sedetik kemudian keduanya kembali menempatkan korneanya ke arah Obama.

Jebolan SDN 01 Besuki, Menteng Dalam itu segera menapaki tangga dan menjemput tangan presiden, yang lama disodorkan. Presiden menggenggam jemari Obama dengan dua telapaknya. Meliuk-liukkannya sebentar sambil wajahnya menatap erat wajah Obama. Punggungnya membungkuk dan mendekapkannya ke dada Obama. Keduanya berangkulan. “ A p a ka bar,” Obama memberi salam. “Te ri ma kasih,’ kata kedua yang paling dihafalnya sejak bersekolah di Menteng Dalam.

Usai bersalaman, Presiden membalikkan punggungnya dan menatap kamera. Ia mengajak Obama melambaikan tangan ke arah fotografer. Presiden segera mengajak Obama menyusuri karpet biru menuju cadilac. Barisan menteri termasuk wakil presiden tak diberi kesempatan berjabat tangan. Juga barisan ibu-ibu isteri menteri yang sejak sebelum subuh sudah berdandan dan berbaris rapi. (esoknya foto salaman ini terpampang di hampir seluruh media cetak nasional dan mengisi setiap menit slot iklan televise: hanya kami yang bisa menjabat Obama—begitu narasinya).


Obama memasuki Cadilac dan iring-iringan mobil mencapai dua kilometer menuju Istana. Di sepanjang jalan deretan mobil pribadi berhenti, menyaksikan iring-iringan. Juga 1,4 juta siswa Jakarta diliburkan. Mereka berderet melambaikan merah-putih dan bendera United State. Mobil presiden berada di depan. Melihat melimpahnya warga di jalan-jalan, presiden membuka atap mobil dan berdiri sambil melambaikan tangan. Karena rombongan berjalan melambat, paspampres dari negeri Paman Sam itu membentak paspampres Istana. “Speed man!!!” Atap mobil presiden bergegas ditutup dan presiden hanya senyam-senyum belingsatan di jok belakang. Rombongan melacu kencang.

Memasuki Sudirman, ribuan massa berkafiyeh beteriak-teriak. Tentara mengepung barisan demonstran. Juga di Bundaran HI. Polisi dan tentara mengisolasi mereka ke pinggir jalan. Barisan mobil antihuru-hara memblokade aksi massa partai pro-Palestina ini. Nyaris tak ada yang bisa menerobos barisan polisi. Apalagi Kapolri menginstruksikan tembak di tempat bagi perusuh dan demo anarkis. Ratusan sniper dipajang di sepanjang jalan menuju Istana. Kawasan Monas hingga Istana pun steril. Seolah sepi karena tak ada pasukan pengamanan di bawah. Ratusan tentara disebar di atas pepohonan yang mengitari Istana dan Monas. Mirip pengamanan saat presiden menuju kawasan bencana alam Pangandaran, beberapa waktu silam.

Pengamanan superketat tak membuat demonstran diam. Suara pengeras suara mereka menyerobot blockade pasukan pengaman dan menusuk-nusuk pintu Cadilac. Mereka berorasi dalam bahasa Amerika. “Usir Israel dari Palestina.” Presiden marah. Untuk kedua kalinya ia mengingatkan Kapolri agar menyita pengeras suara demonstran. Suara pengeras kembali menyerbu. “Pemerintahan kita menjadi boneka Amerika, antek-antek zionis.”

Rombongan memasuki Istana. Tiga puluh menit pembicaraan empat mata bersama presiden, Obama menggelar jumpa pers tanpa tanya jawab. “Saya merasa tersanjung bisa berkunjung ke Indonesia, tempat masa kanak-kanak saya,” Obama bicara dalam bahasa Menteng. “Kami akan meningkatkan kerja sama, membuka seluas-luasnya ekspor Indonesia dan mengukuhkan perusahaan-perusahaan Amerika di sini untuk membantu rakyat Indonesia menuju kemakmuran. Kami menghormati kedaulatan Indonesia dan bersama-sama menciptakan perdamaian dunia, tak terkecuali di Palestina. Israel dan Palestina harus menjadi negara yang berdaulat dan aman. Tidak ada roket yang menciderai Israel dan tidak ada agresi Israel di Gaza. Kita akan memulai tatanan baru dunia yang lebih aman dan damai.”

Obama segera bergegas menuju SDN 01 Menteng Dalam dan bernostalgia di bekas tempat tinggalnya. Di sini, Obama disodori nasi goring dan penutup buah rambutan. Obama sangat terkesan. Setelah bercengkara bersama kawan-kawannya satu kelas, Obama meluncur ke Halim dan terbang ke Washington.

Sompral demam tinggi. Ia mengigau, “Obama, Obama, Obama…” Tangan Sompral disodorkan ke atas. Ia ingin bersalaman. Sudah lima hari ini Sompral dirawat di rumah sakit pemerintah karena demam berdarah, begitu kali Ciliwung membanjiri gubuknya. Ia sering kali mengigau selama perawatan. Emaknya yang kena diare masih tidur di tenda pengungsian yang dingin, di tanah kuburan. ( si regar)

0 komentar

Posting Komentar