| 0 komentar ]

Meniru Pendidikan Laskar Pelangi
Drs. Farid Faruq

Saat ini, film Laskar Pelangi menjadi pembicaraan hangat di masyarakat. Mulai presiden hingga guru-guru di sekolah memanfaatkan ke gedung bioskop dan menonton indahnya film besutan Riri Riza ini. Film yang diadopsi dari novel Andrea Hirata ini bercerita tentang kegigihan anak-anak miskin di Pulai Belitong menempuh pendidikan.

Kisah ini sejatinya amat sederhana. Anak-anak miskin yang gigih bersekolah dan guru yang terus bersemangat mengajar anak-anak miskin di tanah air yang paling kaya di Indonesia itu. Pendidikan sejatinya diawali dari sini, sebuah kesederhanaan cita-cita, yaitu semangat menempuh pendidikan, semengat mencari ilmu, dan semangat mengajar, mendidik, melatih, mengevaluasi hasil pengajaran kepada anak didiknya.

Film Laskar Pelangi memberi hamparan hikmah yang luar biasa dalam pendidikan di negeri ini. Impitan ekonomi, rusaknya infrastruktur pendidikan, tingginya diskriminasi, jurang si kaya dan si miskin, tidak melemahan semangat mencari ilmu dan menaruh harapan, menaruh impian dan cita-cita. Anak-anak bangsa ini perlu diajari untuk bermimpi mengejar cita-cita, mengejar harapan, dengan semangat, kemandirian, ketangguhan, dan kerja keras. Tidak ada kata kenal menyerah untuk sebuah mimpi, untuk sebuah harapan. Dari impian itu pula, Andre Hirata, sang penulis novel, sejatinya ingin mengajarkan kekuatan internal, mental dan semangat juang yang tak pernah ada habisnya.

Film ini mengilhami banyak hal. Tetapi, setidkanya ada dua hal utama yang perlu dibicarakan. Pertama, di tengah eksploitasi kekayaan alam di negeri ini, justeru anak-anak yang bertempat tinggal di daerah eksploitasi nyaris tidak memperoleh hak untuk belajar. Mereka nyaris tidak bisa sekolah karena ketiadaan sekolah yang layak, baju atau sepatu untuk pergi-pulang sekolah. Anak-anak ini harus menempul bermil-mil jauhnya untuk bisa sekolah. Kekayaan alam tidak memberi jaminan kepada masyarakat untuk hidup layak, termasuk memenuhi hak dasar yakni pendidikan.

Kedua, film ini merupakan gambaran nyata bahwa pendidikan harus menjadi tiang utama bangunan bangsa dan negara. Di tengah kesulitan apa pun, pendidikan harus tetap bisa dilaksanakan. Meski bangunan sekolah seperti kandang ayam dan nyaris runtuh, pendidikan harus tetap berjalan. Perlu orang-orang seperti Ibu guru Muslimah yang dengan gigih dan tekun membimbing anak-anak miskin ini untuk tetap bisa sekolah, tetap bisa memupuk cita-cita, mimpi, dan harapannya.

Ibu Guru Muslimah bisa menjadi profil guru utama. Ia tidak saja kesulitan memenuhi hidupya sendiri karena berbulan-bulan tidka digaji oleh sekolah. Tetapi ia mnegabdikan dirinya untuk anak-anak. Ia menolak tawaran bekerja di tempat yang bergaji besar dan mewah. Ia tetap memilih mengajar di kelas rakyat yang bangunan sekolahnya nyaris ambruk. Ia sadar, anak-anak miskin ini mempunyai hak yang sama dengan anak-anak orang kaya untuk bisa sekolah. Ia tidak bisa meninggalkan hak-hak mereka demi ego pribadi agar bisa menerima gaji besar dan hidup layak.

Guru sejati seharusnya lebih mementingkan masalah ini. Bahwa di dalam diri guru sejatinya ada hak anak-anak yang tidak bisa sekolah, tidak bisa menuntut ilmu. Guru hars mengajari mereka dan membimbing mereka agar kelak di kemudian hari anak-anak kurang mampu ini bisa duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan anak-anak lainnya bahkan dengan anak-anak di seluruh dunia. (***)

***Drs. Farid Faruq
Praktisi Pendidikan

0 komentar

Posting Komentar