| 0 komentar ]

Menyikapi Anggaran Pendidikan Rp 224 Trilyun
Endang Wati, SPd

Anggaran pendidikan dalam RAPBN 2009 membengkak hingga Rp 22 trilyun. Angka ini amat fantastis. Departemen Pendidikan Nasional seharusnya bisa bernapas semakin lega. Anggaran pendidikan seperti guyuran hujan di kemarau panjang. Terlepas penetapan angka ratusan trilyun itu bersifat politis karena baru dibuat menjelang pemilu 2009, anggaran ini harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan pendidikan di Indonesia.

Lantas, apa yang bisa dilakukan Depdiknas dengan anggaran yang begitu besar. Depdiknas bisa melakukan banyak hal dengan anggaran tersebut. Tetapi, Depdiknas perlu melakukan prioritas pekerjaan.

Pertama, pendidikan wajib belajar 12 tahun. Pendidikan 12 tahun perlu menjadi program utama pemerintah. Biaya pendidikan dalam wajib belajar 12 tahun dari SD-SMU digratiskan. Pendidikan gratis perlu menjadi prioritas. Sesuai dengan Millineium Development Goals (MDGs), semua anak harus bisa mengakses pendidikan dengan mudah. Pendidikan gratis merupakan jawabannya. Jangan sampai pendidikan yang mahal menjauhkan anak-anak dari pendidikan.

Kedua, meningkatkan mutu dan profesonalisme guru. Di tangan gurulah sejatinya bangsa ini bisa menjadi bangsa yang besar dan maju. Di tangan guru pula, anak-anak, generasi muda bangsa ini bisa menjadi generasi yang mandiri dan tangguh. Ironisnya, data Depdiknas Tahun 2006 menyebutkan hampir 65% guru di Indonesia tidak layak mengajar.

Data itu sangat mencengangkan. Sebab, dari data itu bisa disimpulkan, selama ini anak-anak bangsa ini dididik oleh guru-guru yang sejatinya tidak layak menjadi guru. Pendidikan anak-anak bangsa ini diserahkan kepada guru yang tidak bermutu dan tidak professional. Akibatnya, generasi bangsa ini tidak mendapatkan pendidikan yang layak. Bangsa ini masih tetap menjadi bangsa paling korup di dunia. Budaya kekerasan, cepat putus asa, tidak mandiri dan ingin kaya tanpa kerja keras, adalah karakter pendidikan yang muncul akibat tidak bermutunya guru. Anggaran pendidikan harus menyentuh ranah ini sebagai skala prioritas.

Ketiga, infrastruktur pendidikan. Masalah infrastruktur pendidikan memang selalu menghiasi halaman depan pendidikan nasional. Masih banyak dijumpai sekolah yang mirip kandang ayam. Tak hanya di daerah terpencil, bahkan di Ibu Kota, sebuah sekolah dasar pun ambruk. Pembangunan infrastruktur pendidikan sama sekali tidak disentuh oleh pemerintah pusat maupun daerah. Fakta-fakta itu menjadi bukti nyata betapa infrastruktur memang menjadi prioritas program pemerintah ketika terjadi booming anggaran seperti sekarang ini.

Tiga pilar pendidikan itu tidak ditangguhkan lagi. Siswa harus bisa mengakses pendidikan dengan mudah, lengkap dengan buku teks dan perangkat pembelajaran lainnya. Guru juga harus lebih bermutu dan professional dengan tidak meninggalkan peningkatan kesejahteraannya. Infrastruktur pendidikan juga harus menjadi layak huni dan bisa menjadi tempat pembelajaran yang modern dan menyatukan potensi global.

Agar tiga pilar ini bisa terlaksana dengan baik, Komisi Pemberantasan Korupsi memang harus menjadi anjing penjaga yang baik. KPK seharusnya menjadi anjing yang tidak hanya bisa menggigit maling tetapi mencegah siapa pun agar tidak menjadi maling. KPK perlu segera masuk ke institusi pendidikan dan bersama-sama membrifing birokrasi pendidikan agar tidak menjadi korup. (***)

Guru SMUM 15 Jakarta

0 komentar

Posting Komentar